Monday, November 29, 2010

Words Speak

I just cleaned up my room and found my old notebook. It was written since February 2008. There, I found such an inspiring words I need to think about.. One of them is below:

"The formula for success is simple. Practice and concentration. Then, more practice and more concentration.."

I dearly need both of them so badly right now.



Thursday, November 25, 2010

Menyemai Harapan dan Keyakinan

[gambar dari sini]


dalam suatu segmen waktu..

aku kalut menjelang malam, dan tak tenang ketika pagi datang..
aku punya keyakinan, tapi lemah menghadapi bayangan
aku bersembunyi dalam alasan-alasan,
hingga tak berani menampakkan ketegasan..

aku terpaku, berselimut masa lalu yang syahdu
aku diam-diam mengintip, hingga layu dalam kelu.
kesia-siaan yang nyata, kerapuhan yang mendera
semoga segera berlalu berganti harapan,
dengan penuh keyakinan dan ketegasan

(kiki fauzia, november 2010)

parafrase curahan hati :

kawan, ternyata saya tidak sendiri. ternyata tertatih dan terjatuh ketika mencoba berlari adalah teramat menyenangkan. maka, tetaplah mempunyai keyakinan. itu pula yang coba diingatkan sahabat saya di suatu hari. ingat juga, tetaplah menguatkan hatimu bahwa ada teman-teman di sisimu. yakinlah, bahwa senyum mereka sangat berarti. penghargaan dan uluran tangan merekalah yang sedikit demi sedikit membuatmu bangkit kembali. maka, janganlah sedih, jika ada diantara kawan lain yang mengecewakanmu. mungkin, mereka belum mempunyai kesempatan untuk berbagi kasih sayang dan senyuman denganmu. dan tetaplah yakin, mungkin suatu saat nanti kesempatan itu tiba. maka, tetaplah kuat, dan tetaplah jadi diri sendiri.

pernahkah kawan, kamu bosan dengan hidupmu yas pas-pasan. hidup yang tidak menarik, dengan ritme yang monoton. sementara, kamu mengamati di sekitarmu, mereka bersorai dengan kegagahannya, dengan keberaniannya, dengan kesombongannya, dengan kekuatannya. dan kamu kebingungan, "dengan apakah saya akan bersorai?" kamu pun menciut dan mulai takut. tapi jangan, tetap tenanglah. syukuri jalan hidupmu. perhatikanlah, masing-masing mempunyai lintasan masing-masing. tapi jangan cukup di situ. saya juga baru tahu bahwa kita harus tegar untuk kuat. kita harus berontak untuk bangkit. tegarlah dengan terbiasa menghadapi kesulitan-kesulitan. bangkitlah untuk kebaikan dan kebenaran. dan masa depan yang memulaikan orang orang terkasihmu. berontaklah dengan semangat yang tetap tenang.

kawan, saya bersyukur melewati hari ini dengan suatu hasil yang tidak sia-sia. saya belajar bahwa saya tidak bisa berdiam diri, menunggu, dan akhirnya menyesali. saya harus bergerak. saya harus bertemu orang-orang. saya harus berani bersikap. saya harus tetap positif. saya harus belajar bahwa saya hanya aktor dari kehidupan. saya harus percaya diri, dan berperan sebaik-baiknya. dan yang paling saya syukuri, saya senang dekat sang sutradara kehidupan. jujur, saya teramat berusaha mendekatinya. saya berdoa semoga selalu didekatkan. karena saya merasakan kedamaian yang memompa semangat-semangat juang saya untuk selalu mempersembahkan yang terbaik, dalam upaya menjadi sebaik-sebaik manusia.

tuhan, saya meminta didekatkan denganmu selalu. berikanlah saya keyakinan bahwa saya layak memperjuangkan harapan-harapan saya. semoga tidak hanya semu. semoga berarti dan bermakna. semoga selalu lebih baik, lagi, dan lagi. semoga saya juga tidak buta dan tuli, dan berani menyuarakan sikap diri bahwa selalu ada hari esok. esok seusai esok. esok yang harus dipertanggungjawabkan. oh tuhan, saya semakin malu. jika saya hanya meminta. berbuat untuk meminta lagi. semoga ketulusan itu selalu mendasari. lillahi ta'ala.

gumaman tak bernyawa, dari seorang yang berusaha memberi nyawa pada keyakinan dan harapan. semoga tuhan mengabulkan. amiien

salam,

Wednesday, November 24, 2010

Studi Ekskursi 2010

Experiencing Professional Life?

Dengan tajuk
“Experiencing Professional Life through Excursion 2010”, studi ekskursi jurusan hubungan internasional angkatan 2007 berhasil terlaksana. Dalam lima hari perjalanan menjelajah ibu kota, 7-11 November 2011, saya menemukan pemandangan yang lain dari keseharian. Saya pun diajak menatap erat hingar bingar kota metropolitan, dan menyelami aktivitas serta polah tingkah manusia di dalamnya. Seolah-olah diri ini dipaksa mengalihkan sedikit perhatian dari duka Merapi yang masih membalut pilu kota Jogjakarta tercinta.

Keputusan meninggalkan Jogja merupakan pilihan sulit karena separuh nafas saya masih melekat pada pori-pori ruang dan waktu, bersama debu dan abu vulkanik yang mulai kasat mata tersapu hujan yang mengguyur Jogja selama beberapa hari. Ya, Jogja telah aman dan nyaman seperti layaknya. Aktivitas Merapi memang bisa mengancam setiap saat, namun kenyamanan Jogja telah kembali. Saya bisa merasakan Merapi seakan anteng di dalam kekuatan mahadaya-nya. Dua hari itu Merapi telah berdamai dalam harmoni Jogja.

Hari keberangkatan, Minggu, 7 November 2010, cuaca cerah menyelimuti Jogja. Langit dan awan terlihat indah. Dedaunan telah berubah warna, dari yang semula abu-abu menjadi hijau. Namun ada yang berbeda dari biasanya. Saya tak biasa dengan kesepian di kos yang mulai menggerogoti kalbu. Bagaimana tidak, hampir seluruh teman kos saya telah pulang ke kampung halaman atau mengungsi ke rumah saudara. Hingga kira-kira hanya tersisa empat penghuni kos dari total 41 mahasiswa, belum termasuk keluarga ibu kos yang masih setia di rumah. Saya tidak terbiasa dengan kesepian di kos yang biasanya selalu riuh dengan tawa, nyanyi, dan humor penghuni-penghuninya.

Satu demi satu teman kos saya telah pergi meninggalkan Jogja. Dan saya pun merasa terpecundangi oleh diri sendiri karena ingin berbuat banyak untuk Jogja, namun terganjal limit diri dan keputusan yang telah saya buat sebelumnya. Namun saya tidak menyesali keputusan yang telah saya buat, karena akan selalu ada pembelajaran dan oleh-oleh dari sana.

Minggu, 7 November 2010

Sore itu, saya sepakat berangkat bersama sahabat saya, Flo. Saya lega, karena sebelumnya saya khawatir dengan absennya beberapa teman dekat saya dalam kegiatan ini. Tas travel yang saya jinjing terasa cukup berat hingga perjalanan menuju kampus membuat keringat saya bercucuran. Dari kejauhan terlihat bus yang telah terparkir di depan Fakultas Hukum. Kami pun mempercepat langkah, dan disambut dengan ringan tangan serta senyum ceria sahabat saya yang lain, Davi. Kemudian, teman-teman laki-laki saya dengan cekatan membantu saya menaikkan tas travel kami ke bagasi bus. Oh, what a nice beginning.

Perjalanan dimulai dengan doa. Saya terdiam, tersenyum, dan teringat kebiasaan piknik bersama keluarga dari sekolah ibu-bapak saya, ketika masih kecil, bahkan sampai saya SMA, Biasanya kami berkendara dengan bus pariwisata. Kebersamaan bersama teman-teman satu angkatan seperti ini adalah kesempatan langka bagi saya. Oleh karena itu saya mencoba menikmati setiap rasanya. Riuh, tawa, canda, teriakan, geram, nyanyian, dan beraneka obrolan menemani perjalanaan kami hingga larut. Di samping saya, duduk sahabat yang khusuk dalam perjalanan, ditemani Al-Quran, Al Ma'tsurat, dan boneka unta kesayangannya. Dalam suatu percakapan, saya merasa tertampar karena malu sendiri, mengapa saya sering mengacuhkan Kitab Suci itu.

Perjalanan menyusur senja sore itu sangat indah. Dari tepi jendela bus, saya mengagumi sketsa alam ciptaan-Nya. Sawah yang membentang, sungai yang tenang, dan pepohonan yang melambaikan tangan kebesarannya tersenyum pada saya, dengan sederhana namun menyentuh teramat dalam. Pada suatu celah waktu, saya melihat seorang kakek mendayungkan perahunya di sebuah sungai yang tenang ketika magrib menjelang. Saya semakin tersentuh. Mereka juga merupakan bagian dari kehidupan.

Semakin malam, semakin gila. Riuh renyah tawa ditambah dentuman musik dangdut semakin memeriahkan suasana malam. Mulai dari cinta satu malam, keong racun, sampai lagu-lagu ga jelas yang mengumbar aurat penyanyinya. Yang penting semua senang dan gembira. Perjalanan terus berlanjut, dan erhentian selanjutnya adalah untuk makan malam. Diteruskan hingga pagi menjelang. Akhirnya, kami sampai tepat waktu di arena rest room Cikampek pada jam 04.30 dini hari.

Senin, 8 November 2010

Kami masih mempunyai banyak waktu hingga kunjungan pertama ke LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada jam 12.30 siang. Seperti biasa, apa yang terjadi menanggapi situasi seperti ini? Kuping saya lelah dengan semua komplain dan keluhan. Enyahlah dengan itu semua, saya melanjutkan tidur saya hingga jam 6. Kebetulan saya tidak sholat, jadi saya punya kesempatan untuk beristirahat lebih lama. Hingga akhirnya matahari telah menanjak, saya pun memutuskan keluar bus, menuju Indomaret untuk membeli barang yang saya perlukan. Membeli kudapan ngemil sebagai sarapan. Selanjutnya, mandi dan siap berbusana rapi.

Jam 10 kami melanjutkan perjalanan menuju LIPI. Jam 12.30, sesampainya di tempat tujuan, kami makan siang dulu. Kami pun menaiki gedung itu, di lantai 3, kami menemukan sebuah ruangan tidak terlalu lebar tapi cukup untuk sekitar 50 orang. Di sana kami di sambut dua peneliti bidang Politik dari LIPI. Sayangnya ingatan saya terlalu pendek untuk mengingat nama beliau berdua. Kami diberi pengetahuan seputar LIPI, dan diteruskan tanya jawab interaktif.

Ruangan LIPI itu mengingatkan saya akan dua hal : Pertama, Bapak Ikrar Nusa Bhakti. Siapa beliau? Ehmm, saya juga baru tahu kalau beliau itu adalah Kepala Pusat Peneliti bidang Politik di LIPI. Saya hanya terasa familiar dengan foto yang terpajang di dinding. Wajahnya serasa tidak asing. Usut punya usut ya memang beliau lah orangnya. Dalam seleksi beasiswa ADS di Jogja sekitar setahun yang lalu, saya bertemu Pak Ikrar. Selama dua hari saya menjemput beliau dan seorang juri dari Australia dari hotel untuk diantar ke Ruang Sidang Rektorat. Dalam perjalanan, kami berbincang banyak hal. Beliau sosok yang sederhana, ramah, hangat, dan down to earth. Beliau juga menitipkan salam kepada Pak Moechtar Mas'oed, dosen saya. Karena ternyata beliau berdua bersahabat baik.

Kedua, LIPI meningatkan saya pada a foreigner from Jerman. Perjumpaan tak disengaja yang melengkapi semalam obrolan saya di travel dari Blitar menuju Jogja. Kisah selengkapnya bisa dibaca di sini.

Selanjutnya saya mencatat beberapa hal dari kunjungan singkat sore itu, diantaranya:

Don't be too generous! Be selective!

Entah pada bahasan apa nasehat itu keluar dari ibu-ibu peneliti kawakan tersebut. Pelajaran berharga bagi saya diantara semua hal yang saya pelajari siang itu.

Selanjutnya, kami kembali ke Wisma Karsa Garini, di dekat Bandara Halim Perdanakusuma. Itulah tempat kami menginap selama tiga hari dua malam di Jakarta.

Hari berikutnya, Selasa 9 November, ekskursi dilanjutkan ke Kedutaan Besar Jepang dan Jakarta Post, atau CSIS.


Rabu, 10 November, kunjungan dilanjutkan ke ASTRA Internasional dan Kemenlu. Sementara, hari terakhir, 11 November kunjungan terakhir ke Kantor Delegasi Uni Eropa melengkapi rangkaian SE tahun ini. Sebenarnya sebelum bertolak balik ke Jogja, masih ada kunjungan ke Pantai Ancol, namun saya harus terpisah dari rombongan karena sudah merencanakan hal lain.


** Maaf cerita kunjungannya tidak terlalu detail ^^

Salam,

Kiki Fauzia