Tanpa suara aku bergumam mesra. Pada angin yang berhembus kutitipkan salamku. Dalam diam seribu bahasa aku memaknai kalbu. Nama itu selalu. Nama itu menggangguku, dan terus menderu. Dan kepada rasa kubungkamkan asa itu. Pada senja menjelang malam, aku bersaksi. Tidak ada janji dan tak akan ada yang mengingkari. Terlalu dini untuk mengakui, ada satu hati yang menanti. Kuraba hatimu dengan hati-hati, tak kudapatkan yang kumau. Bagai menjangkarkan ragu dalam rasio dan waktu. Jalan-jalan menjemput kenangan. Pada masa yang lalu aku terharu. Pada lembutnya laku dan sorot mata yang sayu. Terpaku terpalu dalam hadir yang menghanyutkan. Membagi mimpi yang sempat terucapkan. Dalam nada dan doa ada segan yang memisahkan. Enggan dalam menguraikan pengharapan. Terbentengi kalut dan kabut yang mengelilingi pemandangan. Pandangan sekitar yang semakin membiaskan. Kedekatan yang justru menjauhkan.
- Kiki Fauzia, 2 November 2009-
i found this poem on my previous blog. so silly back to old times.
No comments:
Post a Comment