Hari untuk menyendiri dan mempersiapkan segala strategi untuk keesokan hari. Hari untuk introspeksi diri, sebuah proses yang berkelanjutan agar tidak menjadi manusia yang merugi. Saya akan belajar untuk gemar mencatat (lagi) sekarang: mendaftar prioritas, target, dan kewajiban yang harus dipenuhi selama sehari, sebulan, bahkan jangka panjang. Saya sudah lama diajari tentang metode ini. Dahulu saya pernah mempraktikannya. Namun kemudian 'mandeg' karena sudah tidak sempat dan tidak telaten. Kemudian saya teringat bahwa ini juga merupakan latihan : mendisiplinkan diri.
Hari Minggu berjalan dengan tempo melambat. Saya pun masih belum beranjak dari depan laptop ini sejak pagi tadi. Dan baru saya sadari ternyata di luar sana, matahari telah merangkak naik lebih dari sepenggalah dari jarak bumi. Proses di depan laptop ini juga akan saya maknai sebagai proses pencarian diri dan memperkaya horizon pengatahuan-di dunia yang tanpa batas. Setiap penemuan dan persinggahan pada laman-laman dunia maya ini senantiasa membuat saya berdecak, ber-'wow', dan berpikir. Ini adalah kemanfaatan umat yang harus dimanfaatkan secara positif. Saya bersyukur terfasilitas 'keajaiban' ini, sehingga saya harus menjadikannya sebagai kekuatan yang membaikkan, bagi kemajuan dan intelektualitas diri.
Senandung lagu-lagu religi ini setia menemani, dari pagi. Ada getaran yang mendamaikan, yang saya butuhkan sekarang. "Rindu-rindu kalbu memanggil-mangil nama-Mu. Seperti terbang di langit-Mu, tenggelam di lautan cinta-Mu". Lagu itu yang saat ini 'on' dalam playlist Windows Media Players. Saat ini memang saya sedang terkena virus 'rindu'. Rindu akan banyak hal yang tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu, karena ada bookmark 'pribadi' yang berhubungan dengan hati. Selain itu ada beberapa kerinduan di hari Minggu ini yang ingin saya share-kan.
Bengkel Hati
Minggu pagi, di rumah, biasanya kami sekeluarga menonton "Bengkel Hati" dan ketika sedang commercial break kami mengganti channel lain, "Curhat Donk". Intinya Minggu pagi, dimulai dengan operasi hati dan intropeksi diri. Acara Bengkel Hati merupakan salah satua acara favorit keluarga. Bahkan Adik berinisiatif mencatat segala indikasi penyakit dan diagnosis, dalam hubungannya dengan penyakit hati dan akhlak yang kita punyai. Selanjutnya, saya, mama, dan adik sering mencatatnya bergantian. Dalam Al-Quran, firman Allah yang mengandung banyak kebenaran telah termaktub bahwa segala penyakit yang kita miliki sebenarnya ada kaitan dengan amalan atau akhlaq yang kita miliki. Itu sudah terbukti.
Dari beberapa catatan yang kami miliki tentang relasi penyakit dengan akhlaq, saya pun mengiyakan-atau sangat mempercayai. Ini dengan catatan bahwa saya tetap yakin bahwa pendekatan saintifik dan akademis tetap memberikan sumbangsih nyata bagi dunia kesehatan. Namun, saya juga percaya bahwa di atas segalanya, kesehatan (lahir dan batin) kita ditentukan oleh Sang Pemberi Obat. Biasanya pendekatan dengan cara 'bengkel hati' ini dilakukan dengan cara. Pertama, mengakui bahwa selama ini kita mempunyai akhlaq sedemikian rupa. Kedua, kita harus memohon ampun, ber-istighfar, dan berdoa memohon kepada Allah bahwa jika penyakit yang kita hadapi memang dikarenakan kesalahan akhlak, maka ampunilah dosa kami, dan sembuhkanlah penyakit kami. Ketiga, memperbaiki akhlaq dan memperbanyak sholat Tahajud.
Saya sendiri pernah mengalami pengalaman berkaitan dengan ini. Suatu saat saya mengalami nyeri lutut. Saya sempat bingung juga mengapa tiba-tiba saya merasa seperti orang tua. Bahkan untuk sujud dan berdiri dari duduk ketika sholat pun terasa sangat nyeri. Terlebih juga ketika naik-turun tangga. Kemudian ketika pulang ke rumah, saya menceritakan ini dan mencoba melihat catatan 'bengkel hati' tersebut. Yang saya dapati kemudian, saya merasa 'tertohok' karena indikasi yang tertulis dalam buku tersebut, diiyakan oleh keluarga. Saya pun menyadari akhalq saya itu. Di situ tertulis bahwa nyeri di lutut --> jika mempunyai keinginan yang kuat, harus segela terrealisir. Istilah dalam bahasa Jawanya, 'sak deq sak nyet'. Keinginan (nafsu) tersebut harus segera diwujudkan. Menyadari hal itu, saya mulai mencoba menahan diri agar tidak terlalu mempunyai banyak keinginan dan berambisi untuk segera mendapatkannya. Tentunya, setelah itu saya beristighfar dan memohon ampun. Alhamdulillah sampai saat ini semoga nyeri itu menghilang selamanya.
Minggu pagi yang saya rindukan kemudian adalah sarapan bersama keluarga di luar. Yang spesial juga di hari Minggu adalah kami biasanya sarapan pagi di warung nasi pecel langganan keluarga. Cita rasa pecel khas Blitar yang saya 'menggigit' dan mantaph. Ditambah teh anget manis yang melegakan dan menghangatkan tenggorokan kami. Kemudian sesampainya di rumah, meminum susu kedelai hangat langganan kami juga.
Adikku, Da'i-Ku
Itu pula yang saya rindukan di hari Minggu ini. Cerita tentang ini akan saya tulis di posting selanjutnya. Semoga adik saya tidak dibuat ge-er karenanya.
Salam bengkel hati, salam Minggu penuh berkah, -KF-
No comments:
Post a Comment