Tuesday, January 31, 2012

Owh... OWL CITY!

This early morning was already pouring rain. It made the day get so gloomy. The perfect nuance to be accompanied by such a sweet and soft song. I picked series songs from Owl City. I LOVED OWL CITY. Their song and music are so awesome, profound, and magical. Here is one of songs I adore so much, named 'Vanilla Twilight'. The lyric is also so lovely.



Monday, January 30, 2012

Maafkan aku untuk itu

Maaf.
Empat huruf yang sederhana tapi berwibawa. Nilainya sangat tinggi. Dihargai dan dielu-elukan, walaupun efeknya menyakitkan. Tapi selalu timbul kelegaan setelah mengucapkan, apalagi berpartisipasi aktif dalam melakukann.

Harusnya empat huruf itu tidak seterlambat ini untuk disampaikan. Memang, banyak orang berkata tidak ada kata terlambat untuk suatu niat baik. Namun tidak semudah itu dalam  mempraktikkannya. Perlu suatu nyali dan lebih banyak lagi hati nurani. Demi sebuah keamanan dan kenyamanan, aku kehilangan itu semua bahkan cadangannya pun tak ada. Tiada yang tersisa. Tiada nyali, apalagi hati nurani.

Jahat.
Ya memang aku jahat sekali. Aku sendiri merasa tidak mengenali diri ini. Mengapa tega sekejam ini. Tapi sekali lagi aku minta maaf. Jikalau kau bilang aku pengecut. Aku mengiyakan. Jikalau kau bilang aku tak punya perasaan, aku tiada menyalahkan. Maaf. Sekali lagi maaf.

Perasaan.
Aku tidak punya perasaan. Barangkali itu cukup menggambarkan, barangkali itu sangat beralasan. Jikalau kau ingin melampiaskan kekesalan. Jangan ditahan. Aku memohon dengan sangat dan hormat, bahwa kau sangat mengagumkan dan hebat. Kau harus melesat, ke puncak tertinggi harapan dan keinginan. Dimana aku? Tenanglah, aku juga tidak akan tinggal diam. Setidaknya kita akan sama-sama bergerak. Walaupun di jalur yang berbeda, di lintasan yang berbeda. Namun semangat kita masih sama. Itu yang kutahu dulu.

Maaf. Maaf sekali lagi.
Untuk semua waktu yang terbuang. Untuk semua kenangan yang menyenangkan. Untuk penantian yang tidak mengenakkan. Untuk kekeluanku yang kaku. Untuk segala yang tidak menentu dan perasaan kecewa yang menyelimuti. Aku harap kamu bisa memahami walau tanpa pernah ada kata.Kuharap keluku menjawabmu.

Aku minta maaf untuk itu.
Aku belum mampu, aku belum mau.
Maaf adalah jawabku.


PS: gambar dari sini

Mau dibawa kemana

dari sini
Hmm.. Judul di atas sepertinya tidak nyambung dengan post yang akan kutulis ini. Haha. Yang jelas beberapa pekan ini rasanya terhibur, hepi, dan capek kewata guling-guling (agak lebay) setelah membaca beberapa buku dan blog dari beberapa orang konyol yang pernah kukenal. Walaupyuun sebagian besar dari mereka ga kenal aku seh. Haha. Sebut saja Raditya Dika dan Ferdi Riva. Yang aku salut adalah cerita mereka sangat ringan, dekat dengan kehidupan sehari-hari, tetapi berhasil menghibur dan mengocok perut para pembacanya (lebay lagi). Itulah yang mungkin bisa dibilang sebagai cita rasa tinggi sebuah kreatifitas dan orisinilitas. Gaya bercerita seperti inilah yang aku kurang. Pengen dech bisa seperti mereka dalan bercerita. Kalo dilihat liat lagi, posting di blogku emang rata-rata bikin boring orang baca kali ya?? Ya maaph! Haha. Tapi kesimpulannya adalah setiap orang punya style masing-masing. Aku sendiri memang lebih suka menuliskan hikmah kejadian harian dalam bentuk yang abstrak dan implisit. Semakin abstrak dan implisit semakin membuatku puas. Haha. Dasar absurd memang! Semoga orang yang menyempatkan membaca di blog ini kalaupun tidak terhibur, bisa mengambil sisi positif lain.

Alhamdulillah, follower blog ini sudah 26 orang. Sebagian aku kenal, sebagian lagi tidak sama sekali. Salam kenal ya. Siapapun yang membaca dan mau dibawa kemana setelah membaca ini. Ayo kita budayakan berbagi, salah satunya dengan berbagai cerita dan hikmah melalui media apapun yang kita mampu dan yakini.

Salam,
Kiki

Sunday, January 29, 2012

Setan

Setan!
Kau binatang jalang murahan yang sering menggangu pandangan dan pikiran.
Melayang-layang dalam kerlingan namun tiba-tiba hilang dalam kedipan
Engkau disayang dalam buaian tapi laknat dalam kesetiaan

Setaaaaaan
Dasar setan! 
Mengumpat setan oleh setan kepada setan-setan!
Kata manusia setengah setan, setan adalah musuh. Apa kau percaya?
Meneriakkan jangan dekati setan, tapi menari mesra bersama setan-setan.
Katanya, kita  harus mengenali setan supaya bisa menaklukkannya.
Namun, siapa yang takluk, dan siapa yang sering menaklukkan?


# Mengenali setan berarti mengenali diri sendiri. Munculnya tidak disangka-sangkakan, tapi jangan pura-pura tidak kenal. Kita sangat mengenalnya. Dia sangat dekat, jahat, dan kuat. Jangan biarkan dia merusak kita, dengan kepalsuan dan ketidaksetiaan.

# Terpujilah bagi mereka yang menyucikan diri. Bukan karena mereka sok-suci atau merasa suci, tetapi karena mereka merasa sangat kotor, sehingga mendambakan kejernihan yang murni. Salah satunya, dengan cara bersuci, bukan hanya dari hadas dan najis, tapi dari melodi syahwat yang menggiurkan.

Sunday, January 8, 2012

Refleksi Subuh: Bab Menjaga Hati

sumber: here
Hey, kita dianjurkan menjaga hati, namun kita sendiri yang sering menyakiti, bukan orang lain. Kalaupun orang lain telah menyakiti, semua respon tergantung pada kita. Kita yang cerdas dan bijaksanalah yang bisa meraba hati kita dan menentukan sikap mana yang lebih ramah kepada hati. Hey, bagaimana menjaga hati? Ingatlah bahwa hati sangat rawan, berhati-hatilah, mendekatlah kepada kebaikan dan kebenaran. Isilah dengan kekayaan batin yang bisa menentramkan dan membahagiakan. Jangan sebaliknya. Manusia diciptakan dengan sikap kepasrahan, dan ketundukan yang luar biasa sebagai wujud jiwa besar dalam sikap kehambaannya. Bahwa, manusia yang sempurna adalah jauh dari kesempurnaan. Maka mintalah dengan kerendahan hati kepada yang Maha Sempurna.

Hey, kita dianjurkan menjaga hati, namun seringkari mengingkari. Bahkan, kita tidak menjaga indera-indera yang lain. Istighfar terhadap semua yang mengotori. Takut menjadi semakin munafik, bahwa kita semakin mengingkari bahwa kita telah terkotori. Lebih takut lagi, menjadi orang yang fasik, yang lupa akan eksistensi-Nya, dan enteng membuat noda-noda kecil (lagi). Namun, Sang Maha Pemaaf bisa melihat ikhtiar dan tawakal hambanya yang ingin memperbaiki diri. Andaipun, kita bersujud memohon maaf sampai lunglai, belum tentu bisa membersihkan. Namun tidak bersujud lebih-lebih wujud kepongahan diri.

Ampuni, ampuni, ampuni..
Sayangi, dan jauhkan dari kesesatan ya Rabb.

Refleksi subuh hari. (*Ketika sedang sadar dan ingin menyadarkan diri)
Salam Kf.



Saturday, January 7, 2012

Stereotyping is killing

Stereotype-ing is killing.

source : here
Have you ever tried to put 'label' on someone due to their identity; race, ethnicity, gender, appearance, religion, skin-color, etc? Beware of that attitude. Because the roots of conflict and crisis on this world mostly caused by stereotyping others. It's damn dangerous. It will kill you and others tragically. Why? because not all we heard and we received from our-own society is true. Somehow may happen and be true, but we cant generalize others by thinking the same.

Mengurai Luka Negeri

Ini adalah sebuah refleksi tentang 'tragedi' di tanah airku. Ini juga tentang sebuah dialektika pribadi, dipantik oleh pertanyaan: 'mau dibawa ke mana perjalanan bangsaku, Indonesia?' Post ini terlahir karena rasa prihatin penulis melihat fenomena di negeri akhir-akhir ini. Satu demi satu bulu di sayap Garuda-ku lepas. Kepakan sayapnya semakin lemah, terseok-seok menahan gempuran badai dan angin yang tak henti-hentinya menerjang. Garudaku tetap mengudara dengan sayap-sayap patahnya, dengan janji besar masa lampau yang menjadi nadi kekuatannya "Bhineka Tunggal Ika".

Pembakaran Masjid Syi'ah di Sampang, Madura (Sumber : detikSurabaya)



Indonesia. Sejak Sekolah Dasar, kita belajar bahwa negara kita adalah negara yang berbhineka, dan kita sepatutnya bangga mengenai hal itu. Sayangnya, rasa bangga itu sering ternoda oleh berbagai peristiwa yang menyakitkan. Mungkin bukan dilakukan oleh 'kita'. Namun, beberapa oknum pelakunya juga merupakan bagian dari kita, saudara kita. Sadarkah mereka? Negara kita kaya akan budaya, suku, agama, dan bahasa. Kita diajarkan untuk merayakan perbedaan dengan saling menghormati dan bertoleransi. Nilai-nilai semacam itu telah luntur, dan rasa kebanggaan kita nampaknya semu, bahkan telah pudar. Kita hanya memaknainya ketika pelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah. Namun bagaimanakah dalam keseharian sehari-hari?

Satu. Indonesia satu di bawah NKRI yang merupakan harga mati. Begitulah kilah sejarah. Setidaknya nyawa pahlawan-pahlawan kita tidak sia-sia demi mempersatukan Indonesia setelah kemerdekaan berhasil diraih. Indonesia tetap satu walaupun elemen-elemenya berbeda. Layaknya suatu sistem, perbedaan-perbedaan akan bekerja sesuai fungsinya masing-masing dan semakin menguatkan jika mempunyai satu visi-misi yang utuh dan sama. Berbicara mengenai ke-'satu'-an, dalam Islam pun kita diajarkan bahwa belum sempurna iman seseorang jika belum mampu mencintai saudaranya layaknya mencintai dirinya sendiri, dan belum sempurna iman seseorang jika belum mampu merasakan sakit yang dirasakan saudaranya. (*Subhanallah). Jika demikian, kita mungkin bisa mengukur seberapa besar kadar keimanan kita)

Nyawa. Saat ini nyawa terasa murah harganya. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan korban berjatuhan. Mereka menjadi korban akibat perang kepentingan. Mereka menjadi korban dari egoisme kefanatikan. Mereka yang meninggal, meninggalkan kemirisan bahwa kesenjangan dan kecemburuan sosial sangat tinggi di negeri ini. Mereka yang terkapar karena memperjuangkan sesuap harapan demi keadilan dan kesejahteraan. Oh saudaraku, hati ini sakit ketika ada yang tertawa di balik kesakitan saudara-saudara kita yang lain. Ada yang meraup keuntungan di balik penderitaan saudara-saudara ini. Oh, solidaritas, persaudaraan, kesetiakawanan sosial , dimanakah engkau bersemayam? Nilai-nilai ini seringkali hanya muncul secara reaksioner dan emosional. Gerakan massive yang bisa 'cukup' diacungi jempol, namun perlu dikaji kembali, dihayati, diniatkan dengan baik, kemudian disebarluaskan.

Media. Media diberi kebebasan lebih di negeri ini. Memberikan efek seperti 'dua sisi mata pisau', bisa berguna dan bisa menyayat. Media akhir-akhir ini dipenuhi oleh berita-berita lugas yang sebagian besar menghadirkan realitas yang pahit mengenai negeri ini. Di satu sisi, hal tersebut berhasil membukakann mata nurani kita bahwa realitas itu nyata dan hadir di sekitar kita. Di sisi yang lain, sisi buruk itu akan mempengaruhi psikologi kita, terutama jika kita terus-terusan berfokus pada sisi negatif. Padahal masih banyak upaya perbaikan negara ini yang patut kita apresiasi. Seperti kata Anis Baswedan, optimis bukan berarti tidak kritis. Sebagai pemuda kita harus optimis dalam menyikapi berbagai krisis bangsa ini, tanpa menafikan kekritisan kita terhadap isu-isu di negeri ini.


Politik. Sangat gerah jika politik selalu mendapat 'embel-embel' negatif dan disalahkan. Tetapi penulis sangat mengerti kenapa terjadi. Politisasi adalah perkara yang lain. Politik dan politisasi berbeda. Politik (sejatinya) adalah mengenai bagaimana suatu kekuasaan didistrisbusikan, bagaimana kebijakan publik dibuat, dan tujuan utama (sebenarnya) adalah untuk mencapai kepentingan umum, yang (seharusnya) sifatnya mengayomi. Namun yang terjadi dan yang salah dalam praktiknya adalah penyalahgunaaan politik dan penyelewengan kekuasaan. Politisasi terjadi ketika politik dijadikan sebagai suatu alat untuk meraup keuntungan demi kepentingan diri atau kelompok tertentu, sehingga merugikan sebagian besar pihak, terutama kaum marginal.

Lalu, mau dibawa ke mana perjalanan negeri ini? Memang merupakan suatu kewajiban pemerintah untuk membawa haluan perjalanan bangsa ini. Namun tidak lantas semuanya diserahkan kepada pemerintah. Memang yah pemerintah telah gagal memberikan hak yang seharusnya didapatkan oleh warga negaranya, namun kita tidak boleh hanya terus-terusan menuntut. As a wise word says that dont ask what your country gives to you, but ask what you give to your country.  Kembali ke duduk permasalahan awal lahirnya posting ini. Yang ingin penulis sampaikan adalah mari kita memulai semua dari diri sendiri, dan dari lingkungan di sekitar kita. Mari kita belajar saling menyayangi, menghormati dan menghargai, terutama kepada mereka yang berbeda identitas dan pendapat dengan kita. Itu tidak mudah, tetapi kita mempunyai visi yang sama bahwa perdamaian dan kedamaian adalah dambaan kita semua.


PS:

Al Fatihah kepada semua korban:
Penembakan warga sipil di Aceh, pembakaran masjid dan ponpes Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, kasus kemanusiaan di Bima, NTB, tragedi Mesuji di Lampung dan Sumatera Selatan,  kerusuhan di Papua, dan masih banyak krisis lain di berbagai belahan Indonesia.