Sunday, December 19, 2010

Do.Ci.Reng with Peace Generation

"The family endures because it offers the truth of mortality and immortality within the same group... , to make us feel at the same time unique and yet joined to all humanity, accepted as is and yet challenged to grow, loved unconditionally and yet propelled by greater expectation.."

- Letty Cottin Pogrebin

What I call family is ones who can understand our ups and downs life-cycle. They will welcome and hug us warmly every time we need them back . I once felt down and bored with my routines and work. I really needed a recharge and refreshment at the same time. I felt grateful that I still have many families to cheer and raise my decreased spirit lately.I am thankful for Peace Gen family for bringing a tremendous spirit that gradually ease my uneasy feeling.

Story began when my friend asked me to join with one of Peace Gen's program in Muntilan dedicated for children who affected Merapi eruption. At first I felt bad and awkward to suddenly participate at their program. I had disappeared for quite long time since I couldn't manage my time between study and working. But I remembered one of my colleague who;s also used to be a PIC on Peace Gen said to me that this community will always be there for us, especially when we feel in the need of family foremost.. So, here it is, I came back again with a hope that I could find such a joyful yet inspiring engagement that could recharge my mind and soul. And guess what I got, not only amazing experiences, but a bunch of supportive friends who share a genuine smile and hope. I also felt empowered since I spent my weekend with positive activities dedicating for others.


Do.Ci.Reng = Dolanan Ceria Bareng
Literally means "playing fun together". This program was conducted by Peace Generation, and fully supported by AFSC (American Friend Service Community). Aftermath of Merapi eruption, Peace Gen created various programs to help the victim. One of them is Docireng that dedicated to children who lived in the area of refugee camp. We came every weekend, Saturday and Sunday to stay and play with the kids. We played and had fun with them in order to heal their bad experience and trauma due to Merapi eruption. The program consisted of various activities such as learning, singing, dancing, and many more activities involving the dynamics of the kids. Last week, they made a puppet from recycled newspaper and lidi, also learned how to plant vegetables from chili and tomato seeds. Meanwhile, this weekend, they learned to write a story, danced, and act in a play.

Playing with kids is not only FUN and recharging, but a great lesson learned for me.
"happiness only real when shared"

About a hundred and fifty kids joined our 'Do.Ci.Reng' program. They came mostly from the neighborhood, around SD Gulon, Muntilan.


We were happy to show our puppet creation. We also enjoyed to play fool and act like a kid, again.


We made a 'Peace Gen train', stood in line before getting a consumption.


The executor of the program never forget to pose in a group photo.


A real happiness shared with the kids. Dwina and I tutored them to make a simple puppet. They name their group as "Kupu Elang (Butterfly-Eagle) group.


Assisted this beautiful kid how to draw 'a star'.


Anticipated the cute boy to bother the girl. Afterward, he was just too adorable.


One of the kid's drawing. I liked the title of the "Opinion" section.



Friday, December 17, 2010

CNKK : "Ambassador of the Heart"


Emha Ainun Nadjib, atau akrab disapa Cak Nun. Pertama kali familiar dengan nama itu ketika SD. Saya kecil pun sudah menghatamkan kompilasi syair Cak Nun dalam "Lautan Jilbab". Dan ternyata saya menemukan wajah beliau dalam album foto pernikahan salah satu famili saya, sekitar satu dekade yang lalu. Telinga saya pun sering diperdengarkan beberapa kaset shalawat-an versi Emha dan grup musiknya, Kiai Kanjeng. Kiai Kanjeng. Nama yang mungkin asing bagi sebagian besar orang yang tidak kenal dengan Emha Ainun Nadjib. Saya sendiri menikmati alunan musik Kiai Kanjeng secara langsung ketika kelas 3 SMA. Waktu itu digelar acara syukuran kemerdekaan RI di depan aloen-aloen Kota Blitar. Saya dan keluarga pun tak ketinggalan hadir di tengah-tengah ratusan rakyat Blitar saat itu.

Beberapa minggu yang lalu, saya dan teman-teman 'sowan' ke studio Kiai Kanjeng, di Jl. Wates km. 2,5 Gg. Barokah No. 287 Kadipiro, Bantul – Yogyakarta. Studio ini letaknya bersebelahan, bahkan satu bangunan dengan kediaman Cak Nun dan Novia Kolopaking. Kedatangan kami pada waktu dalam rangka pengumpulan data paper kelompok, kelas Komunikasi Internasional. Kami mendapat topik presentasi mengenai Komunikasi Lintas Budaya. Setelah sempat berganti topik, akhirnya kami memutuskan mengambil objek penelitian tentang Kiai Kanjeng. Kami beberapa kali berkunjung, dan berdiskusi dengan Mas Hilmi, salah satu dari PROGRESS, menejemen Kiai Kanjeng, dan mendapat banyak masukan dan input. Selanjutnya, kami juga melakukan wawancara dengan Mas Jijit, aktivis Komunitas Gayam 16 yang juga merupakan personel dari Kiai Kanjeng. Bagi yang tertarik menikmati performa Kiai Kanjeng, bisa bergabung bersama 'Jamaah Ma'iyah' setiap tanggal 17 tiap bulan, di Kasihan Bantul.

Presentasi kelompok kami pun berhasil disajikan dengan mengambil studi kasus yang spesifik, yakni : "Signifikansi Tur Cak Nun Kiai Kanjeng(CNKK) ke Belanda tahun 2008 dalam Upaya Membangun Komunitas Lintas Budaya". Saya mendapat banyak pengetahuan dan pelajaran perlu dibagi. Oleh karena itu, mari kita simak bersama perjalanan Cak Nun dan Kiai Kanjeng (CNKK) dalam melakukan diplomasi kemanusian dan kebudayaan melalui media musik dan dialog antarumat beragama. Jika beberapa sumber terdahulu, menyebut CNKK sebagai "Kelompok Musik Plus" ataupun "Ambassador of the Heart". Saya pribadi menyebut mereka sebagai "Agen Kosmopolitanisme yang Humanis dan Spiritualis"


sumber : Facebook KiaiKangeng

Berikut artikel mengenai Kiai Kanjeng yang sebagian besar diambil dari paper kelompok saya dalam Kelas Komunikasi Internasional. Selamat menikmati.


Signifikansi Tur Cak Nun Kiai Kanjeng(CNKK) ke Belanda tahun 2008 dalam Upaya Membangun Komunitas Lintas Budaya

Mengenal Lebih Dekat Kiai Kanjeng

Menyebut nama Kiai Kanjeng, mungkin yang pertama kali terlintas dalam bena
k kita adalah Cak Nun dan gamelan. Komposisi Cak Nun dan Kiai Kanjeng merupakan sebuah kekuatan yang dipercaya mampu menembus banyak dimensi nilai dan kehidupan yang belum tentu sanggup digapai kelompok-kelompok musik lainnya. Komposisi ini membuat Kiai Kanjeng bukan sekadar kelompok musik. Minimal, itu disebabkan karena Kiai Kanjeng adalah kelompok musik yang bisa digambarkan melalui kerangka plus. Secara sederhana, Kiai Kanjeng merupakan sebuah komunitas atau kelompok dengan misi kebudayaan yang kental mulai berkembang sekitar tahun 1999/2000.


Sejarah awal mula terbentuknya Kiai Kanjeng dimulai ketika Cak Nun melakukan kunjungan ke daerah Imogiri pada tahun 1992-1994 yang sedang dilanda kesusahan akibat p
enggusuran warga desa atas pembangunan waduk Wediombo. Pemerintahan Presiden Soeharto saat itu yang masih kental dengan unsur otoriter nya membuat segala bentuk protes frontal tidak sebebas saat ini. Oleh karena itu, warga tidak mempunyai kekuatan untuk melawan pemerintah dan terpaksa menerima dana pengganti dari pemerintah yang terbatas. Kondisi para warga yang memprihatinkan kemudian mengerakkan hati Cak Nun untuk sedikit meringankan beban mereka. Pada saat itu, Cak Nun memiliki ide untuk menggelar pertunjukkan drama sebagai perwakilan ungkapan protes, marah, sedih warga Imogiri tersebut kepada pemerintah. Dengan format seni seperti ini, bentuk protes akan dipandang “lunak” oleh pemerintah sehingga tidak menimbulkan konsekuensi yang dapat merugikan masyarakat. Pertunjukan drama dengan iringan musik gamelan tersebut dinamakan dengan sebutan “Pak Kanjeng”.

Gamelan Kiai Kanjeng merupakan sebuah konsep nada pada alat musik “tradisional” gamelan yang dibuat oleh Novi Budianto. Kenapa dikatakan “tradisional”? Karena Novi Budianto disini membuat gamelan yang umumnya berjenis nada pentatonik layaknya alat
musik tradisional lainnya, menjadi bernada diatonik atau sesuai dengan nada-nada dasar alat-musik modern. Pelarasan nada ini oleh Novi Budianto pada mulanya dipilih berdasarkan pengalamannya menata musik-puisi Emha Ainun Nadjib sejak berproses bersama di teater Dinasti. Eksistensi “Pak Kanjeng” ternyata tidak terhenti hanya sampai disitu, pertunjukan yang pada awalnya hanya untuk mengiringi drama pertunjukkan Cak Nun di Imogiri tersebut kemudian sering ditampilkan kembali pada kesempatan berbeda pada setiap pengajian Cak Nun.

Keberadaan Pak Kanjeng mendapatkan sambutan yang baik dan meluas di m
asyarakat dan kegiatan ini merupakan bagian dari pekerjaan sosial Emha Ainun Nadjib langsung di lapangan masyarakat, terutama grassroot dan menengah bawah. Hal ini dikarenakan pertunjukan mereka yang tidak hanya menampilkan musik tetapi juga memasukkan nilai-nilai kerakyatan, kemanusiaan, perdamaian, budaya, keagamaan, spiritual, persaudaraan, social problem solving, pendidikan politik dan sebagainya. Unsur-unsur yang dekat dengan masyarakat inilah yang menjadikan Cak Nun & Kiai Kanjeng (Two in One) yang mempunyai prinsip utama “diperjalankan” ini terus berkembang hingga sekarang. CNKK berpandangan bahwa musik dipergunakan sebagai media atau kendaraan yang memfasilitasi agar pengajian, dialog, diskusi, penyampaian pesan-pesan tadi menjadi tidak membosankan. Sampai saat ini, eksistensi Kiai Kanjeng terus bertahan dan tercatat terdapat kurang lebih 10 orang pemusik, 3 orang vokalis dan beberapa di bagian manajemen berlabel “PROGRESS”.

Dalam setiap pementasan acara, CNKK memiliki tujuan dan selalu berupaya untuk:

1. Selalu mencari dalam sebuah dialog dan forum bersama dengan alasan untuk tetap bergembira dalam keadaan apapun saja;

2. Selalu berusaha memberi hiburan yang sehat bagi hati dan jiwa manusia;

3. Membangun dan mentradisikan kecerdasan masyarakat serta menyebarkan pendidikan politik murni, kesadaran hak-hak dan kewajiban sebagai manusia dan warganegara.

4. Di setiap acara dihadiran semua golongan masyarakat, pemeluk semua agama, semua etnik, semua warga parpol dan berbagai segmentasi yang terdapat di setiap lokal kegiatan.

5. Dalam setiap kesempatan pementasan KiaiKanjeng di luar negeri, CNKK berupaya untuk menjalankan people to people diplomacy. Di dalamnya CNKK menampilkan kebudayaan Islam dan Indonesia di hadapan bangsa-bangsa lain. Sekaligus sebagai tanda cinta dan persahabatan universal, CNKK berupaya mengapresiasi kebudayaan setempat melalui aransemen-aransemennya.

Peran Kiai Kanjeng Sebagai Agen Komunikasi Lintas Budaya

Popularitas Kiai Kanjeng kini tidak hanya di dalam negeri tapi juga telah merambah sampai ke dunia internasional. Bagi pendiri Kiai Kanjeng sendiri, kegiatan Kiai Kanjeng selama ini di dalam maupun luar negeri merupakan bagian kerja-kerja pendidikan yang terkait dengan upaya menjunjung harkat kemanusiaan. Melihat misi yang diusung Kiai Kanjeng selama ini, dapat dikatakan bahwa kelompok ini merupakan aktor non-pemerintah yang memiliki peranan signifikan dalam komunikasi lintas budaya, terutama berkaitan dengan aktivitas tur-nya di berbagai negara yang sangat kental dengan unsur pertukaran nilai-nilai kebudayaan, dialog antarumat beragama, dan persamaan prinsip-prinsip universal yang diperjuangkan.

Dalam aktivitas komunikasinya, CNKK tidak hanya melakukan pendekatan komunikasi lintas budaya melalui media musik dan dialog, namun juga menjalankan fungsinya dalam bidang diplomasi, yakni diplomasi kebudayaan dan kemanusiaan. Selain itu, tidak jarang CNKK melakukan mediasi dalam berbagai persoalan sosial kemasyarakatan di negara yang dikunjunginya. Kerjasama lintas budaya yang terjalin antara Kiai Kanjeng dengan budaya setempat berfungsi sebagai saluran alternatif dalam menjembatani kesepahaman antarlintas budaya. Dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi lintas budaya, musik merupakan salah satu media yang dipilih oleh CNKK. Namun, musik tidak berdiri sendiri, dan merupakan bagian integral dari sistem (keseluruhan komponen) yang dibangun dalam oleh Kiai Kanjeng, misalnya saja sosok Cak Nun, aransemen musik, materi lagu, pesan moral, dsb.

Bentuk nyata aktivitas CNKK dalam komunikasi internasional sangat bervariasi, mulai dari: Konser musik–interaktif; Dialog interfaith; kunjungan ke berbagai komunitas, misalnya gereja, sinagog Yahudi, dsb; Pertemuan dengan berbagai tokoh agama, budayawan, dan negarawan; peliputan dan wawancara di berbagai media. Salah satu bentuk komunikasi lintas budaya yang telah dilakukan Kiai Kanjeng ialah ketika mereka memiliki kesempatan untuk berkunjung ke 9 kota di Belanda, yaitu Den Haag, Amsterdam, Amstelveen, Deventer, Nijmegen, Leeuwarden, Zwolle, Hilversum, Rotterdam dan Etten-Leur. Kesempatan yang besar ini dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh Kiai Kanjeng untuk menyampaikan misi kemanusiaan dan diplomasi kebudayaan.

Salah satu isu yang diangkat oleh kelompok ini dalam kunjungannya ke Belanda ialah perbedaan umat beragama di dunia yang semakin menajam. Konflik dan kesalahpahaman yang terjadi antara dunia Barat dan Timur dikarenakan kurangnya toleransi antar umat beragama sehingga sensitifitas terhadap perbedaan tidak terelakkan. Belanda, termasuk salah satu negara yang telah berhasil menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi atas perbedaan tersebut dan hal inilah yang patut dicontoh oleh seluruh masyarakat dunia.

Pementasan Cak Nun Kiai Kanjeng ke Belanda tahun 2008

Pada pertengahan tahun 2008, dunia dihebohkan oleh peredaran film pendek Fitna merupakan film pendek garapan politikus anggota parlemen dari Freedom Party (Partai Kebebasan) Belanda, Geert Wilders. Wilders merilis film tersebut pada 27 Maret 2008 pada situs video LiveLeak. Pada film dokumenter yang berdurasi kurang lebih 18 menit, ditampilkan bagaimana Wilders berusaha mengeneralisasi Islam dari sudut pandang kelompok Islam garis keras. Secara keseluruhan, film ini dapat dikatakan sebagai salah satu upaya propaganda Yahudi yang bertujuan menjatuhkan Islam secara keseluruhan dan memecah belah antara kaum Muslim dengan agama yang lainnya maupun dengan kelompok minoritas lainnya, seperti kelompok gay, Yahudi, dan lainnya. Usaha Wilders sebagai seorang anti Islam yang juga tergabung kedalam Freedom Party dalam memproduksi film Fitna ini sarat kaitannya dengan strategi politiknya dalam memenangkan kursi di Parlemen Belanda pada Pemilu tahun 2009.


Pada saat yang hampir bersamaan, CNKK menyelenggarakan pementasan di Belanda yang bertajuk Voices and Visions: An Indonesian Muslim Poet Sings a Multifaceted Society. Kiai Kanjeng telah menunjukkan wajah Islam yang lain, yang ramah dan toleran, jauh berbeda dari citra yang populer beredar di masyarakat dan media barat. Dalam rangkaian pentasnya, Kiai Kanjeng berhasil menampilkan keanggunan dan toleransi sebagai warga negara Indonesia dan menunjukkan citra positif sebagai warga Muslim.

Rangkaian tour Kiai Kanjeng ini telah memberi contoh konstruktif praktik kerjasama lintas-budaya dan lintas-agama di era yang populer disebut sebagai ‘pertarungan peradaban’ (clash of civilization) - sebuah tesis yang dikumandangkan oleh pemikir terkemuka Amerika Serikat Samuel Huntington (1993). Seperti diketahui, rangkaian tour Kiai Kanjeng di Belanda diprakarsai dan disponsori oleh sekelompok pemuka agama yang tergabung dalam Gereja Protestan Belanda dengan sokongan dari Hendrik Kraemer Institut. Ide mengundang Kiai Kanjeng muncul setelah atmosfir sosial politik di Belanda menghangat setelah politikus Sayap Kanan Geert Wilders melansir film propaganda anti-Islam bertajuk Fitna.

Praktik kerjasama ini sekaligus melawan dua stereotype: pertama, bahwa mayoritas warga Belanda berpandangan sama-dan-sebangun dengan Wilders dalam melihat Islam; kedua, bahwa Islam berwajah tunggal “gemar teror dan kekerasan” — seperti dicitrakan oleh, antara lain, film Fitna. Dengan mengundang grup musik santri untuk berpentas berkeliling ke negeri Belanda, itu jelas menunjukkan sikap ramah dan bersahabat dari sejumlah pemuka Kristen Protestan Belanda. Kehadiran dan pementasan Kiai Kanjeng di Belanda, sebagian dilangsungungkan di gereja, juga memberitakan “wajah cinta damai dan toleransi” yang dimiliki oleh mayoritas kaum Muslimin di Indonesia. Di negeri Belanda itu, Kiai Kanjeng datang tidak terutama untuk berkesenian, melainkan datang membawa hatinya untuk menyapa masyarakat di sana, membawakan lagu-lagu untuk mempererat persaudaraan di antara orang yang berbeda latar belakangnya, terutama latar belakang agama dan budayanya, terlebih lagi tatkala ketegangan antar manusia kerap mengemuka.

Dalam pertunjukkannya di Belanda, CNKK mendapat respon yang positif dari para penontonnya. CNKK berhasil membangun komunikasi yang indah antara budaya barat dan budaya timur, dalam hal ini memanfaatkan unsur budaya untuk mengusahakan hubungan yang lebih akrab lagi di antara Indonesia dengan Belanda. Musik yang dibawakan oleh CNKK tidak hanya memiliki unsur kebudayaan yang kental namun sekaligus berisikan unsur religiusitas yang erat dengan kemanusiaan. Salah seorang responden merasa terkejut ketika melihat CNKK menyanyikan lagu Belanda. Mereka merasa menemukan harmoni antara Barat dan Timur dan hal ini berhasil mematahkan kesalahan konsep pada perhubungan keduanya selama ini. Salah seorang penonton yang merupakan pimpinan lembaga EXPECT di StendenUniversity, mengatakan bahwa penggunaan instrumen musik Jawa untuk menyanyikan lagu Arab dan Barat menyadarkannya bahwa ada banyak hal yang bisa digunakan untuk menyatukan perbedaan diantara manusia, salah satunya ialah melalui musik.

Secara umum, feedback audience di Belanda (yang terdiri dari berbagai kalangan dari akademisi, rohaniawan, seniman hingga diplomat) sangat apresiatif, bahkan beberapa diantara mereka ada yang mengikuti pertunjukkan Kiai Kanjeng di kota-kota Belanja hari-hari berikutnya. Ada beberapa tokoh penting setempat seperti Aart Verburg, Syafiih Kamil, Inggrit Petiet, Jance Smit dan Liliana yang khusus memberikan testimoni. Ada seorang Belanda Liliana yang mengatakan serasa menemukan kembali Identitasnya setelah menonton Kiai Kanjeng. Kakeknya adalah seorang Yahudi dan Belanda, tapi entah kenapa ia merasa seperti memiliki darah Jawa setelah dengar lagu-lagu tadi, dan bahkan jika mati ingin dibungkus dengan kain Batik.


Menurut wawancara kami bersama narasumber, Mas Jijit yang juga merupakan seorang personel dari Kiai Kanjeng ini, pernah di salah satu tempat pertunjukkan, tepatnya sebelum masuk ke gereja di daerah Zoele, para jama’ahnya pada kabur karena Kiai Kanjeng adalah muslim, tapi setelah CNKK bermain di gereja itu, sedikit demi sedikit jamaah yang tadinya kabur tapi karena mungkin tertarik musik CNKK, lalu masuk ke gereja lagi dan kemudian turut menyaksikan pertunjukkan kami. Menurut Mas Jijit, pada saat tur ke Belanda, yang mengundang CNKK adalah PKN, semacam perkumpulan gereja-gereja di Belanda. Di akhir show, sekitar ada 80an pendeta dan pemuka agama lain berkumpul dan membuat deklarasi tertulis yang intinya menyatakan bahwa penjaminan keamanan dan kebebasan beragama termasuk Islam di Belanda dan agar setiap pemeluk agama menghormati satu sama lain. Deklarasi ini bahkan sampai masuk surat kabar di Belanda (tidak di ketahui pakah harian lokal atau nasional).


Mas Jijit juga bercerita bahwa ketika CNKK melakukan pementasan di SOAS sebuah perguruan tinggi di London, ternyata Cat Steven / Yusuf Islam juga ikut menonton. CNKK bertemu di belakang panggung. Cat Steven menanyakan bahwa CNKK ini muslim tetapi kenapa bermain musik, yang menurutnya adalah Bid’ah. Menurut CNKK, bid’ah itu jika terkait dengan ibadah Maghdoh diluar itu ya silahkan. Karena apa iya di jaman Rasul itu ada mobil, handphone, atau musik seperti sekarang ini? lihat konteksnya. Yusuf Islam melihat bahwa personel CNKK yang muslim dari Indonesia ini memluk Islam yang agak berbeda dengan Islam yang selama ini ia yakini, yang lebih kaku. Ia serperti mendapatkan semacam pencerahan. Akhirnya, tidak lama setelahnya, CNKK bersama Yusuf Islam konser bareng di Jakarta sekitar 2003/2004 dan membuat album bareng, dananya dipergunakan untuk santunan kepada korban Tsunami di Aceh waktu itu”. Menurut Mas Jijit juga selama di Belanda, mereka homestay di beberapa rumah warga Belanda dan ada interaksi budaya di dalamnya.


Courtesy to : KiaiKanjeng Official Website
Photos from : Kanjeng's Tour Album Facebook



"... music is a way, a smile without pretense, for warmth and friendship that never end..."

Special thanks to : Ridho and Denis for a great companion :)

Wednesday, December 15, 2010

love you both, dear friends!


Dear Anna Williams, and
Katherine Burley

Hi girls, do you remember those pictures?
Oh, how time flies so fast. And, I miss you.
I just wanted to treasure such great memories we had during my exchange year program in the States. Thanks for being one of the greatest people who genuinely shared many loves, laughter, and stories in my life. I hope we can meet sometimes in the near future, on some places on the earth. Please kindly keep in touch.

Much love,


Monday, December 13, 2010

Berpacu dengan perubahan

Life changes. People changes. Situation changes. Environment changes. Everything on this world keep changing. Do you agree? How do you define changes? Do you feel it? How do you feel about it?

picture from here


"
Perubahan adalah hal yang paling abadi di dunia ini." Entah siapa yang pertama kali mengatakan kalimat tersebut sehingga banyak orang yang mengutipnya. Banyak yang sepakat, namun tidak sedikit yang menyanggahnya. Dan jika kita menjawab pertanyaan dalam intro di atas. Saya yakin pasti interpretasi setiap kepala akan berbeda, bervariasi, dan tergantung konteksnya. Yang jelas kita harus siap dengan perubahan. Sadar ataupun tidak, kita berubah. Pun dengan lingkungan kita, teman-teman, pemikiran, idealisme, pilihan hidup, dan sebagainya.

Akhir-akhir ini saya berusaha berdamai dengan perubahan. Saya juga mengeja berbagai perubahan di sekitar saya. Kemudian, saya mencoba mengingat dan merenung. Saya kah yang berubah, atau lingkungan saya yang berubah? Siapakah yang bertanggung jawab? Manakah yang lebih baik? Atau sebaliknya, saya yang tidak bisa bergaul dengan perubahan yang ada? Saya yang terlalu asyik dengan zona nyaman saya?

Rasa. Anugerah yang tidak bisa dibohongi. Dibalik kata, senyum, dan tawa yang nyata, selalu ada rasa yang tersimpan. Entah apa itu, saya pun tidak bisa mendefinisikannya. Namun saya betul-betul merasakan. Dan memang perubahan adalah sebuah proses yang harus dinikmati. Dan, keberlanjutan perubahan harus dibarengi dengan peningkatan kualitas diri.

Banyak hal yang menginsipirasi untuk berubah, dan/atau berpacu dengan perubahan. Terutama dari dan untuk lingkungan terdekat kita. Saya bersyukur mereka ini ada, yang membuat kita berfikir dan berubah. Walaupun prosesnya pahit, sakit, tidak nyaman, berat, namun rasa itu menempa kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Bahwa selalu ada yang kita syukuri, bahwa kita tidak sendiri, bahwa kekuatan Maha Dahsyat itu ada, bahwa semua kembali ke diri kita. Berbahagialah hari ini yang bisa merasakan perubahan, atau yang menjalani perubahan.

Siapkah? Berubaaaaaah!!! Hahaha. Saya jadi teringat tayangan-tayangan superhero waktu kecil. Ketika dalam kondisi dibutuhkan, mereka selalu siap berubah, untuk kepentingan khalayak banyak, tidak hanya untuk kepentingan dan ego sendiri. Nah, inilah tingkatan perubahan yang juga saya idamkan. Tidak ada kata terlambat untuk perubahan ke arah lebih baik. Semoga semesta alam mendukung. Semoga kita bisa berdamai dengan perubahan.


** Curahan di blog ini memang seringkali absurd dan abstrak. Mungkin memang waktunya berubah ke penyampaian yang lebih baik? Baiklah, saya akan mencoba.
** Perubahan dimulai dengan mencoba berdamai dengan yang kita miliki. Saya sangat bersyukur di atas segalanya bahwa Tuhan Maha Adil dan berpihak pada keadilan. Manusialah yang seringkali tidak adil pada dirinya sendiri, termasuk saya sendiri.
** Terimakasih atas anugerah terindah dalam hidup. Ketulusan dan kasih sayang.
** Mulai sekarang rencanakan perubahan apa yang akan kamu lakukan untuk esok hari.

Terimakasih atas kebijaksanaan setiap manusia.
Salam damai,

Thursday, December 9, 2010

mimpi semalam..kenyataan pagi tadi

kita bertemu semalam,
mencuri-curi waktu di antara keluh dan peluh
diam-diam, kusimpan hembusan nafasmu dalam nadiku
kita tersipu, dan terlelap bersama dalam peraduan yang santun

pagi ini,
kuhirup nafasmu yang semalam,
hanya saja kuhembuskan kembali
pertemuan semalam hanya memadu kita dalam jangkauan
spasi dua alam, mimpi dan kenyataan

pagi ini, aku tersipu lagi
namun urung kuhirup lebih dalam lagi.
dua nadi telah terjalin dalam hembusan palung hati..
tak mau mencurinya lagi..


jogja, 9 desember 2010




Tuesday, December 7, 2010

Discovery McHale

This Friday, December 3 2011, UGM held a special program with a prominent figure from the United States of America. Judith McHale, An Undersecretary for Public Diplomacy and Public Affairs at the State Department. The event took place in the Senate Room, Second Floor, North Wing Rectorat UGM from 08.30-11.00. Around a hundred person joined the program, mostly lecturers and students. The day's program was also connected to nine Indonesian universities through video conference. Instead of talking about public diplomacy and US foreign policy, the program mainly discussed about the significance impact of entrepreneurship. Mr. Joko Moerdianto, UGM Executive Secretary was in charge of the session by being a moderator. While, beside Mrs. McHale, the other speakers; UGM Rector-Mr. Sudjarwadi, Vice Minister of National Education Ministry-Mr. Fasli Djalal, and US Ambassador to Indonesia-Mr. Scott Marciel signified the specialty of the program.

courtesy to http://www.ugm.ac.id.


Now let's get to know closer about Judith McHale :

She has a strategic yet important position at the Department of State. Public Diplomacy and Public Affairs are very urgent issues regarding the US foreign policy. Moreover, it is a big homework for the States to influence public opinion, domestically and internationally through smart diplomacy. I wouldn't talk much about political aspects of her position but explore about what we can learn from her endeavor and professional experience.

MTV and Discovery Channel. Who didn't know these two internationally-well-known channels. So, what's the matter? It matters since Mrs. McHale had once become an eminence figure who succeed to gain a big achievement for those companies. She had a very sharp visionary sight, and were very passionate about the world development. She was also concern about culture and education which accommodate her hardworking into many accomplishments.

Her recent position acquires skill to deal and engage with various different people from around the world. Therefore, she has to equip herself with outstanding qualifications of communication skills, as well as her broad-knowledge. Her background and upbringings were also an advantage for her career. She was nurtured in diplomatic atmosphere since she was a daughter of the US diplomat. She valued a lively experience abroad, especially in South Africa and Great Britain. Hence, Mrs. Mc Hale also absorbed the spirit of apartheid struggle in South Africa.

For further biography you can read on this website.

Sincere regards,


Rain Hard, (my) Heart Rained

picture credit : this site

Today Wrapped Up
I have changed my blog-looks again. At first I just wanted to make a new header. I thought it would be nice if I put my pic on it. But, I didn't know why finally I ended up by choosing the one above. I realized that I got bored easily with the template and color of my blog, so you might notice that I changed it quite often.

In these couple days, Jogja rained regularly. Usually it started from afternoon until evening. Hours by hours, so that often bothered my routines. I was trapped at the library today, for almost three hours. Even I couldn't run into the next building, which is Rectorat. I didn't bring umbrella or jacket, so I am afraid that my belongings, especially my laptop would get wet. So, I just stayed inside the building while reading a bunch of journals and waiting for the rain to stopped. But it seemed like a never ending rain, ever harder. So, I decided to run into parking lot, and head to my kost. It was around 4 o'clock, and yeah I got a little wet, but my laptop are safe. Thanks God, I brought a raincoat today.

Tomorrow is Holiday
I began today with full of spirit. I had many checklist for my 'must-do' today. Most of them were related to work-duty and emailing stuffs. I also have read few pages of journal at the library. I think, I could concentrate more if working in a new and peaceful surrounding. In contrast, when I tried to focus reading in my room, I easily got distracted, mostly by my inside notion. I also planned to finish my pending matters tomorrow, and committed to woke up and start my activities earlier. But, Oh My God, it was ashamed because I just realized that tomorrow is a holiday due to the Muslim New Year. 1 Muharram 1432 H. Ya Allah, how could I didn't care about this most important celebration of the year, even I forgot what day tomorrow supposed to be.

Happy New Year
I hope the coming year would be better and brighter. I myself pray that I could have a better quality of spiritual intimacy with You. And more important, I can be a better me, personally, emotionally, spiritually, and professionally. I think I also need to draw my resolution. Yeah, I should.

For everyone,
-when rain dropped your tears, you must keep your heart warm.
-there is no 'late' words for any improvement.
-force yourself to be great and in your best shot.
- praying is the best moment of meditation which connect you to God.

Lesson learned today :
Don't forget to carefully and regularly look at your calender, unless you will left behind.


Regards,


Friday, December 3, 2010

Quick Transit

Go Home Again.

picture from here
(Malabar Ekspress)

I managed myself to go home again due to family agenda this week. Again, after less than a week back to routines in Jogja. It was already planned since two weeks ago, before I left home. A day before, I bought a ticket in Tugu Train Station. It was Friday afternoon, and I was a bit surprised that the train station was full of people. First, I grabbed the form to fill the details of my train, including the name and the exact date. I was kinda confused because the train I intend to ride was not written on the board. But I undoubtedly filled up the form with : "Malabar Ekspress"-Tugu-Blitar-23.45

Technology really helped people, and we should take advantages of this breakthrough invention. Thank you internet for providing a magical yet quick answer for my curiosity. So, I already checked the schedule and the price of ticket from Jogja to Blitar on the official site of PT KAI. I had two option trains, "Malabar Ekspress" and "Gajayana". Gajayana is too expensive for student, so I decided to pick another train, "Malabar Ekspress". Besides, I wanted to experience this train since first launched, not so long ago.

Incidental Guests
I was happy to get the Malabar ticket. I simply thought it would be a good experience to try another transportation besides travel car. Also, the price is cheaper one. I only spent Rp60.000, in which i could save Rp40.000 by taking the train instead of travel car. But the only problem is the time since Malabar is too late train, and my parents would be little bit worried about the safety.

The train departs at 23.45. The problem is who gonna take me to Tugu station. My close friends at kost mostly go home in the weekend, so I have to ask somebody else. Fortunately, there were two nice friends who agreed and insisted to drive me there. But still, I felt bad because they had to go back and forth from their kost, pick me up, and train station. Or another alternative is can take a taxi from kost that means that I have to pay for another cost.

What an incidental case that a good friend of mine asked me to go with her to meet and accompany friends from Bandung. So, we went to Malioboro at 9pm and met four friends of her in front of Malioboro Mall. They are all law students from Unika Parahyangan, Bandung who had study project in Jogja I was glad that could spend the night with them. They were all nice . We walked along Malioboro Street, Vredeburg, Zero Kilometer, Alun-Alun Selatan, then finished at the Angkringan Tugu which is next to Tugu Station.

It was my first time experiencing 'Kopi Joss' anyway. Thank new friends. I hope you enjoyed your short visit in Jogja. Time went so fast. When it reached 23.30 my friend and I should say good bye to them. My friend took the taxi to go back kost and I walked to the station. It was less than three minutes walk.

I Love Night Train
It was not that crowded, but not that quite as well. Only few people hang around and waited for the train.I carefully observed which seat wasn't occupied because most of them had been taken. I finally found one empty seat. Next to me was a very formal yet neat guy in early30s sitting quietly. Then after I sat next to him, we had a nice chat. We shared many interesting discussions about medicine, health, job, being a doctor, hospital, UGM, and so on. He is now taking his medical specialist in Unair-Surabaya, mastering in child health. So, then he would be a pediatrician.

I had to leave earlier than him because my train already come. The train was 30 minutes late than the schedule. It was my first time to take in Malabar so I had to be careful. In my ticket it was written that I would sit on the carriage number one, then my seat was on 10 E. I walked to reach the carriage in a bit hurry. There were two guys asked me about the carriage. They said they were also on number one. Their friends who bought and kept the ticket. Then, I told them that we were on the same carriage and explained to the that it was economy class. They were all surprised (*shocked) because they paid 200.000 which is for executive price.

Oh My Lord, I still could picture clearly the facial expression of one of them who yelled at his friend and kind of mad because he thought that his friend cheated on him. But what happened next, I soon disappeared when realized that the first carriage is indeed for executive. I knew I was wrong when I dint find the seat 10E, because it only has A until D. Luckily I didn't look for the seat together with them. Forgive me young man, I learned something afterward: I didn't need to much care for others I just knew. The most important is please Kiki stop pretending that you are a smart ass. In fact you are only "sok tahu". :(

As a consequence, I had to walk, along the train because the economic class is on the back, almost at the end of the train. I was glad when finally I could sit and take a deep breath. And, I found another nice buddy to have a chat. An old man who happened to be born and grew up in the District of Blitar who was trained in the air forces, and now working in the Adi Sumarmo Airport, Solo. Good things about Malabar are first, the food and beverage hawkers couldn't go inside the train, except when it stops at the station. Second, it is fast and on time. I arrived at Blitar train station two minutes earlier than stated on the ticket.

Malabar Ekspress first launched on April 2010, operates from Bandung to Malang. It is very unique because consisted of three different classes in one train. It has two carriages for executive class, three carriages for business one, two carriages for economic class, and one carriage for cargo. Malabar also stopped in few stations along the way from Bandung to Malang which are
Kiaracondong, Tasikmalaya, Banjar, Kroya, Gombong, Kebumen, Kutoarjo, Tugu-Yogyakarta, Solobalapan, Madiun, Kertosono, Kediri, Tulungagung, Blitar, Kepanjen, Malang.

Real life from bare eyes
I have some reasons why I love train so much compared to other transportations.
First, train let me make a friend and have a conversation with people from various background.
Second, train allow me to observe my surrounding, and contemplate after all.
Third, I really enjoy and praise the beautiful scene of God's hand from the window.

My favorite part on my backhome trip was in the morning, at the dawn time before sunrise. It was very peaceful and beautiful to see the green rice fields covered with the tinge of dawn.

In brief, train took me closer to another labyrinth of life that rarely being exposed.

Regards,


** I strongly forced myself to write in English, especially after realizing that my IELTS-pre test score was bad :(

Thank You Readers


Dear readers,

Thank you very much for stopping by and reading my blog.
Especially, for those who gave me reward and appreciation.
I felt honored and thankful for your words.
It means a lot and motivates me to write more.


Sincerely,


Monday, November 29, 2010

Words Speak

I just cleaned up my room and found my old notebook. It was written since February 2008. There, I found such an inspiring words I need to think about.. One of them is below:

"The formula for success is simple. Practice and concentration. Then, more practice and more concentration.."

I dearly need both of them so badly right now.



Thursday, November 25, 2010

Menyemai Harapan dan Keyakinan

[gambar dari sini]


dalam suatu segmen waktu..

aku kalut menjelang malam, dan tak tenang ketika pagi datang..
aku punya keyakinan, tapi lemah menghadapi bayangan
aku bersembunyi dalam alasan-alasan,
hingga tak berani menampakkan ketegasan..

aku terpaku, berselimut masa lalu yang syahdu
aku diam-diam mengintip, hingga layu dalam kelu.
kesia-siaan yang nyata, kerapuhan yang mendera
semoga segera berlalu berganti harapan,
dengan penuh keyakinan dan ketegasan

(kiki fauzia, november 2010)

parafrase curahan hati :

kawan, ternyata saya tidak sendiri. ternyata tertatih dan terjatuh ketika mencoba berlari adalah teramat menyenangkan. maka, tetaplah mempunyai keyakinan. itu pula yang coba diingatkan sahabat saya di suatu hari. ingat juga, tetaplah menguatkan hatimu bahwa ada teman-teman di sisimu. yakinlah, bahwa senyum mereka sangat berarti. penghargaan dan uluran tangan merekalah yang sedikit demi sedikit membuatmu bangkit kembali. maka, janganlah sedih, jika ada diantara kawan lain yang mengecewakanmu. mungkin, mereka belum mempunyai kesempatan untuk berbagi kasih sayang dan senyuman denganmu. dan tetaplah yakin, mungkin suatu saat nanti kesempatan itu tiba. maka, tetaplah kuat, dan tetaplah jadi diri sendiri.

pernahkah kawan, kamu bosan dengan hidupmu yas pas-pasan. hidup yang tidak menarik, dengan ritme yang monoton. sementara, kamu mengamati di sekitarmu, mereka bersorai dengan kegagahannya, dengan keberaniannya, dengan kesombongannya, dengan kekuatannya. dan kamu kebingungan, "dengan apakah saya akan bersorai?" kamu pun menciut dan mulai takut. tapi jangan, tetap tenanglah. syukuri jalan hidupmu. perhatikanlah, masing-masing mempunyai lintasan masing-masing. tapi jangan cukup di situ. saya juga baru tahu bahwa kita harus tegar untuk kuat. kita harus berontak untuk bangkit. tegarlah dengan terbiasa menghadapi kesulitan-kesulitan. bangkitlah untuk kebaikan dan kebenaran. dan masa depan yang memulaikan orang orang terkasihmu. berontaklah dengan semangat yang tetap tenang.

kawan, saya bersyukur melewati hari ini dengan suatu hasil yang tidak sia-sia. saya belajar bahwa saya tidak bisa berdiam diri, menunggu, dan akhirnya menyesali. saya harus bergerak. saya harus bertemu orang-orang. saya harus berani bersikap. saya harus tetap positif. saya harus belajar bahwa saya hanya aktor dari kehidupan. saya harus percaya diri, dan berperan sebaik-baiknya. dan yang paling saya syukuri, saya senang dekat sang sutradara kehidupan. jujur, saya teramat berusaha mendekatinya. saya berdoa semoga selalu didekatkan. karena saya merasakan kedamaian yang memompa semangat-semangat juang saya untuk selalu mempersembahkan yang terbaik, dalam upaya menjadi sebaik-sebaik manusia.

tuhan, saya meminta didekatkan denganmu selalu. berikanlah saya keyakinan bahwa saya layak memperjuangkan harapan-harapan saya. semoga tidak hanya semu. semoga berarti dan bermakna. semoga selalu lebih baik, lagi, dan lagi. semoga saya juga tidak buta dan tuli, dan berani menyuarakan sikap diri bahwa selalu ada hari esok. esok seusai esok. esok yang harus dipertanggungjawabkan. oh tuhan, saya semakin malu. jika saya hanya meminta. berbuat untuk meminta lagi. semoga ketulusan itu selalu mendasari. lillahi ta'ala.

gumaman tak bernyawa, dari seorang yang berusaha memberi nyawa pada keyakinan dan harapan. semoga tuhan mengabulkan. amiien

salam,

Wednesday, November 24, 2010

Studi Ekskursi 2010

Experiencing Professional Life?

Dengan tajuk
“Experiencing Professional Life through Excursion 2010”, studi ekskursi jurusan hubungan internasional angkatan 2007 berhasil terlaksana. Dalam lima hari perjalanan menjelajah ibu kota, 7-11 November 2011, saya menemukan pemandangan yang lain dari keseharian. Saya pun diajak menatap erat hingar bingar kota metropolitan, dan menyelami aktivitas serta polah tingkah manusia di dalamnya. Seolah-olah diri ini dipaksa mengalihkan sedikit perhatian dari duka Merapi yang masih membalut pilu kota Jogjakarta tercinta.

Keputusan meninggalkan Jogja merupakan pilihan sulit karena separuh nafas saya masih melekat pada pori-pori ruang dan waktu, bersama debu dan abu vulkanik yang mulai kasat mata tersapu hujan yang mengguyur Jogja selama beberapa hari. Ya, Jogja telah aman dan nyaman seperti layaknya. Aktivitas Merapi memang bisa mengancam setiap saat, namun kenyamanan Jogja telah kembali. Saya bisa merasakan Merapi seakan anteng di dalam kekuatan mahadaya-nya. Dua hari itu Merapi telah berdamai dalam harmoni Jogja.

Hari keberangkatan, Minggu, 7 November 2010, cuaca cerah menyelimuti Jogja. Langit dan awan terlihat indah. Dedaunan telah berubah warna, dari yang semula abu-abu menjadi hijau. Namun ada yang berbeda dari biasanya. Saya tak biasa dengan kesepian di kos yang mulai menggerogoti kalbu. Bagaimana tidak, hampir seluruh teman kos saya telah pulang ke kampung halaman atau mengungsi ke rumah saudara. Hingga kira-kira hanya tersisa empat penghuni kos dari total 41 mahasiswa, belum termasuk keluarga ibu kos yang masih setia di rumah. Saya tidak terbiasa dengan kesepian di kos yang biasanya selalu riuh dengan tawa, nyanyi, dan humor penghuni-penghuninya.

Satu demi satu teman kos saya telah pergi meninggalkan Jogja. Dan saya pun merasa terpecundangi oleh diri sendiri karena ingin berbuat banyak untuk Jogja, namun terganjal limit diri dan keputusan yang telah saya buat sebelumnya. Namun saya tidak menyesali keputusan yang telah saya buat, karena akan selalu ada pembelajaran dan oleh-oleh dari sana.

Minggu, 7 November 2010

Sore itu, saya sepakat berangkat bersama sahabat saya, Flo. Saya lega, karena sebelumnya saya khawatir dengan absennya beberapa teman dekat saya dalam kegiatan ini. Tas travel yang saya jinjing terasa cukup berat hingga perjalanan menuju kampus membuat keringat saya bercucuran. Dari kejauhan terlihat bus yang telah terparkir di depan Fakultas Hukum. Kami pun mempercepat langkah, dan disambut dengan ringan tangan serta senyum ceria sahabat saya yang lain, Davi. Kemudian, teman-teman laki-laki saya dengan cekatan membantu saya menaikkan tas travel kami ke bagasi bus. Oh, what a nice beginning.

Perjalanan dimulai dengan doa. Saya terdiam, tersenyum, dan teringat kebiasaan piknik bersama keluarga dari sekolah ibu-bapak saya, ketika masih kecil, bahkan sampai saya SMA, Biasanya kami berkendara dengan bus pariwisata. Kebersamaan bersama teman-teman satu angkatan seperti ini adalah kesempatan langka bagi saya. Oleh karena itu saya mencoba menikmati setiap rasanya. Riuh, tawa, canda, teriakan, geram, nyanyian, dan beraneka obrolan menemani perjalanaan kami hingga larut. Di samping saya, duduk sahabat yang khusuk dalam perjalanan, ditemani Al-Quran, Al Ma'tsurat, dan boneka unta kesayangannya. Dalam suatu percakapan, saya merasa tertampar karena malu sendiri, mengapa saya sering mengacuhkan Kitab Suci itu.

Perjalanan menyusur senja sore itu sangat indah. Dari tepi jendela bus, saya mengagumi sketsa alam ciptaan-Nya. Sawah yang membentang, sungai yang tenang, dan pepohonan yang melambaikan tangan kebesarannya tersenyum pada saya, dengan sederhana namun menyentuh teramat dalam. Pada suatu celah waktu, saya melihat seorang kakek mendayungkan perahunya di sebuah sungai yang tenang ketika magrib menjelang. Saya semakin tersentuh. Mereka juga merupakan bagian dari kehidupan.

Semakin malam, semakin gila. Riuh renyah tawa ditambah dentuman musik dangdut semakin memeriahkan suasana malam. Mulai dari cinta satu malam, keong racun, sampai lagu-lagu ga jelas yang mengumbar aurat penyanyinya. Yang penting semua senang dan gembira. Perjalanan terus berlanjut, dan erhentian selanjutnya adalah untuk makan malam. Diteruskan hingga pagi menjelang. Akhirnya, kami sampai tepat waktu di arena rest room Cikampek pada jam 04.30 dini hari.

Senin, 8 November 2010

Kami masih mempunyai banyak waktu hingga kunjungan pertama ke LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada jam 12.30 siang. Seperti biasa, apa yang terjadi menanggapi situasi seperti ini? Kuping saya lelah dengan semua komplain dan keluhan. Enyahlah dengan itu semua, saya melanjutkan tidur saya hingga jam 6. Kebetulan saya tidak sholat, jadi saya punya kesempatan untuk beristirahat lebih lama. Hingga akhirnya matahari telah menanjak, saya pun memutuskan keluar bus, menuju Indomaret untuk membeli barang yang saya perlukan. Membeli kudapan ngemil sebagai sarapan. Selanjutnya, mandi dan siap berbusana rapi.

Jam 10 kami melanjutkan perjalanan menuju LIPI. Jam 12.30, sesampainya di tempat tujuan, kami makan siang dulu. Kami pun menaiki gedung itu, di lantai 3, kami menemukan sebuah ruangan tidak terlalu lebar tapi cukup untuk sekitar 50 orang. Di sana kami di sambut dua peneliti bidang Politik dari LIPI. Sayangnya ingatan saya terlalu pendek untuk mengingat nama beliau berdua. Kami diberi pengetahuan seputar LIPI, dan diteruskan tanya jawab interaktif.

Ruangan LIPI itu mengingatkan saya akan dua hal : Pertama, Bapak Ikrar Nusa Bhakti. Siapa beliau? Ehmm, saya juga baru tahu kalau beliau itu adalah Kepala Pusat Peneliti bidang Politik di LIPI. Saya hanya terasa familiar dengan foto yang terpajang di dinding. Wajahnya serasa tidak asing. Usut punya usut ya memang beliau lah orangnya. Dalam seleksi beasiswa ADS di Jogja sekitar setahun yang lalu, saya bertemu Pak Ikrar. Selama dua hari saya menjemput beliau dan seorang juri dari Australia dari hotel untuk diantar ke Ruang Sidang Rektorat. Dalam perjalanan, kami berbincang banyak hal. Beliau sosok yang sederhana, ramah, hangat, dan down to earth. Beliau juga menitipkan salam kepada Pak Moechtar Mas'oed, dosen saya. Karena ternyata beliau berdua bersahabat baik.

Kedua, LIPI meningatkan saya pada a foreigner from Jerman. Perjumpaan tak disengaja yang melengkapi semalam obrolan saya di travel dari Blitar menuju Jogja. Kisah selengkapnya bisa dibaca di sini.

Selanjutnya saya mencatat beberapa hal dari kunjungan singkat sore itu, diantaranya:

Don't be too generous! Be selective!

Entah pada bahasan apa nasehat itu keluar dari ibu-ibu peneliti kawakan tersebut. Pelajaran berharga bagi saya diantara semua hal yang saya pelajari siang itu.

Selanjutnya, kami kembali ke Wisma Karsa Garini, di dekat Bandara Halim Perdanakusuma. Itulah tempat kami menginap selama tiga hari dua malam di Jakarta.

Hari berikutnya, Selasa 9 November, ekskursi dilanjutkan ke Kedutaan Besar Jepang dan Jakarta Post, atau CSIS.


Rabu, 10 November, kunjungan dilanjutkan ke ASTRA Internasional dan Kemenlu. Sementara, hari terakhir, 11 November kunjungan terakhir ke Kantor Delegasi Uni Eropa melengkapi rangkaian SE tahun ini. Sebenarnya sebelum bertolak balik ke Jogja, masih ada kunjungan ke Pantai Ancol, namun saya harus terpisah dari rombongan karena sudah merencanakan hal lain.


** Maaf cerita kunjungannya tidak terlalu detail ^^

Salam,

Kiki Fauzia