Showing posts with label contemplation. Show all posts
Showing posts with label contemplation. Show all posts

Thursday, December 8, 2011

sering kita lupa


Jangan terlampau tidak suka bahkan sampai membenci sesuatu atau seseorang,
Bisa jadi kita tidak lebih baik. Bisa jadi suatu saat bahkan kita lebih buruk dari apa yang kita benci itu. 

-Kiki Fauzia-

Tuesday, December 6, 2011

Elegi Kekecewaan


Di antara salah satu kondisi yang tidak mengenakkan adalah kekecewaan. Kecewa adalah titik temu antara pengharapan atau angan-angan, yang tidak kongruen dengan kenyataan.  Hampir semua orang pernah merasa kecewa terhadap aspek apa pun dalam kehidupan ini. Bahkan, sadar atau tidak pasti setiap orang pernah mengecewakan orang lain. Minggu lalu, ada beberapa orang yang mengalami perasaan itu. Salah seorang teman juga bercerita bahwa dia sangat kecewa  dengan kondisi (oknum x) di institusi  y, sehingga memutuskan untuk ‘move on’ dan memulai meniti harapan-harapan baru di jalan yang lain. Ternyata, setelah  saya flash back, banyak sekali pihak yang telah dikecewakan oleh faktor dan oknum yang sama. Mungkin saya juga bagian dari mereka. 

Kecewa yang mengendap terlalu lama tidak baik untuk kesehatan dan juga kecantikan. Hehe. Oleh karena itu, saya mencoba mengurai pengalaman merasai kecewa.  Ada asap, pasti ada api. Kecewa biasanya timbul dari kondisi atau hubungan yang tidak sehat. Karena tidak mungkin suatu relasi yang baik dan sehat akan menmbulkan perasaan kecewa dari salah satu pihak-pihak terkait. Kondisi atau relasi yang tidak sehat bisa juga diartikan sebagai ketidakadilan, kurangnya komunikasi, kekurangbersyukuran, kurang sinergis, dan lain-lain. Kecewa yang paling tragis dan tidak mengenakkan adalah ketika tidak mampu meluapkan atau mengungapkan rasa tersebut kepada pihak yang mengecewakan. Saya akan mengambil contoh, misalnya saya sangat  kecewa terhadap  sikap pemimpin yang  tidak adil, egois, pragmatis,  dan ‘politis’. Tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena perbedaan hierarki kekuasaan dan karena pemimpin memiliki kekuasaan relatif yang lebih benar. 

Maka, bersyukurlah ketika kita masih bisa mengutarakan rasa kecewa  dengan jujur kepada pihak yang telah mengecewakan. Setidaknya kita telah jujur pada diri sendiri dan orang lain serta berusaha mengubah keadaan agar kita merasa lebih ‘plonk’. Perubahan keadaan, terutama hubungan antara beberapa pihak yang terkait, bisa mengarah ke dua kemungkinan, yatu lebih buruk atau lebih baik. Semua tergantung bagaimana cara menyikapi dan mengomunikasikan persoalan tersebut.

Perasaan kecewa sungguh tidak mengenakkan, baik bagi pihak yang membuat kecewa atau pihak yang mengecewakan.  Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa dicoba untuk mengeliminasi sakit atau tidak enaknya rasa kecewa:
1.       Tidak memendam rasa kecewa yang berlarut-larut.
2.       Menyalahkan dan mendendam adalah perbuatan yang sangat sia-sia dan tidak berguna. Lebih produktif jika kita introspeksi.
3.       Meminta maaf dan memberi maaf akan lebih melegakan, walaupun sulit.
4.       Lebih mendekatkan diri kepada Sang Pemberi Rasa. Memohon agar selalu didekatkan dan dilindungi sehingga kita bisa ikhlas dan berpikir bahwa kecewa adalah perasaan yang sementara
5.       Mendengarkan musik yang mendamaikan dan menyemangati. Jangan yang sedih2.
Misalnya : lagu-lagu religi, tentang kematian, kebesaran Tuhan, lagu tentang mimpi, semangat, kegemberiaan dan keceriaaan, serta berbuat baik kepada sesama.
6.       Membaca Al-Qur’an dan/atau buku-buku  yang menginspirasi.
7.       Keluar ke jalan. Memperhatikan di sekitar secara lebih dekat. Memandangi  erat-erat mereka yang masih kekurangan. Pasti hati kecilmu lupa dengan perasaan kecewa, tetapi lebih banyak bersyukur dan berfkir sia-sia kecewa karena hal yang masih sepele, tetapi akan bertekad menjadi orang yang lebih bermanfaat bagi sesame.
8.       Menyambung silaturahmi dengan saudara atau teman lama. Mempererat silaturahmi dengan orang-orang yang mendukungmu dan yang bisa menghiburmu.
9.       Gunakan momentum untuk meningkatkan kualitas diri.

Salam,
Kiki Fauzia

Gambar dari sini

Saturday, June 4, 2011

Hati Matahari



Awalnya, kami kehabisan tiket karena membeli tiket beberapa jam sebelum konser dimulai. Semua tiket terjual habis, dari tiket festival, VIP, bahkan VVIP. Kemudian berbekal kenalan di 'Progress Manajemen', saya menghubungi beliau dan menceritakan kondisi di lapangan. Alhamdulillah kami mendapatkan kursi tambahan. Terima kasih Mas Helmi atas bantuannya. Terima kasih luar biasa kepada teman saya yang rela antri, sabar menanti, dan menemani sampai akhir konser. Walaupun sempat kecewa karena Cak Nun dan Noe Letto tidak tampil, tapi overall konser sangat spektakuler, menyenangkan, hangat, dan menghibur.

31 Maret 2011, Taman Budaya Yogyakarta

Novia Kolopaking kembali menyapa masyarakat Jogja dan sekitarnya dengan senandung sapa yang telah lama dirindukan. Silaturahmi, dia menyebut konser dengan tajuk 'Hati Matahari' malam itu sebagai suatu persembahan untuk keluarganya, terutama masyarakat Jogja. Jogja adalah tempat yang dipilihnya untuk tumbuh, belajar, berkarya, dan mengabdi untuk 'sesuatu' yang sifatnya lebih transendental. Sejak tahun 1997, Novia meninggalkan Jakarta dengan segala atributnya. Sejak saat itu, dia mengaku tidak pernah berhenti berkarya, bahkan mengenal komunitas baru yang membawanya ke dalam dimensi baru, tetapi tetap bernyanyi, berkarya seni, dan menyelami pengalaman yang lain lagi. Bersama Kiai Kanjeng, diplomasi kebudayaan melalui konser musik ke berbagai benua berhasil dilakukan. Letto, baginya adalah anak yang lahir dan tumbuh dalam keluarganya, serta sejiwa dalam berkarya. Matarantai, dia mengumpamakan adalah anak bungsunya, yang baru saja lahir dan akan terus tumbuh dan berkembang.

Konser malam itu adalah kolaborasi apik, antara vokal Novia Kolopaking, aransemen musik Letto dan orkesta Mata rantai, serta musik gamelan Kiai Kanjeng. Dinamika nada dan irama yang menciptakan harmonisasi dan ritme yang syahdu dan memukau. Lagu-lagu yang dipilih malam itu adalah kombinasi antara lagu nostalgia, masa kini, rohani, dan karya-karya seniman handal Jogja dan seniman asing. Penontan dibawa bersenandung bersama dalam lagu-lagu lama seperti Bunga Mawar, Asmara, dan yang tak kalah populer soundtrack 'Keluarga Cemara' karya Arswendo, yang di-aransemen gabungan dengan lagu 'Tho'la'al Badru'. Ada juga satu lagu kesukaan saya,
Sandaran Hati, dan beberapa lagu lainnya. Meskipun mengaku sempat kehabisan nafas dan tidak hafal lirik lagu, Novia tetap menampilkan performa terbaiknya. Saya salut ketika dengan rendah hati dia meminta maaf atas segala keterbatasan tersebut dan mengharapkan pengertian penonton. Termasuk, ketika konser akan dimulai Novia yang masuk melalui koridor kursi penonton, menyalami satu persatu penonton di sekelilingnya. Sesampainya di panggung, dia pun meminta izin mencopot high-heels-nya dan memilih tidak memakai alas kaki karena lebih nyaman dan membuatnya lega. Haha.

Novia tergolong sangat komunikatif dengan penonton. Sesekali memberikan pendapatnya mengenai suatu isu tanpa ada kesan menggurui namun sangat bijak dan cerdas. Mungkin karena telah terbiasa dengan berbagai dialog dan diskusi yang dipandu Cak Nun dengan berbagai kalangan, sehingga dia lebih objektif dan kritis dalam berpendapat. Novia nampaknya juga telah belajar bagaimana caranya memberikan sentuhan humor dalam setiap kata-katanya. Yang menarik, termasuk pengakuannya ketika menjadi ibu rumah tangga adalah jauh lebih 'mudah' dan menyenangkan daripada menyanyi. Dia juga menyayangkan berbagai media yang seringkali memfitnah suaminya yang dianggap menyuruhnya berhenti berkarir dan bernyanyi. Padahal, justru suaminya lah yang paling mendukung agar Novia bernyanyi terus, termasuk menggelar konser malam itu.

Saya yang malam itu hadir di antara ratusan penonton yang memadati Gedung Konser Taman Budaya merasakan atmosfer kekeluargaan yang kental; hangat dan menyenangkan. Ada semangat pengabdian besar yang selalu diingatkan dalam setiap lagu untuk tetap setia pada Ilahi, dan menapaki kehidupan sesuai dengan jalan-Nya. Seusai konser saya merasa mendapat penyegaran dan energi baru. Bahwa salah satunya, keluarga adalah harta yang paling berharga, puisi yang paling bermakna, istana yang paling indah, serta mutiara tiada tara (menyadur dari Keluarga Cemara). Keluarga kandung dalah anugerah terindah yang Allah titipkan dalam kehidupan kita. Dan dalam lingkup yang lebih luas, semangat kekeluargaan inilah yang harus selalu kita pupuk, agar kita merasakan yang namanya solidaritas, simpati-empati, dan penerimaan. Tentunya, dalam kadar yang proporsional.

Hal lain yang saya pelajari, di antaranya hidayah adalah keberuntungan terbesar yang Allah berikan kepada hambanya. Tiada yang mampu memprediksi, bagaimana kita mengawali akan sejalan dengan apa yang akan kita kerjakan nantinya. Bahagia dengan pilihan yang kita ambil serta menjalaninya dengan tanggung jawab dan kebahagiaan adalah suatu kenikmatan hidup. Berdoalah supaya kita selalu dipertemukan dengan orang atau kelompok yang bisa membuka kepekaan hati dan pikiran kita untuk menjadi insan lebih baik, tanpa harus menjadi orang lain. Hahaha. Yang jelas, saya datang tidak sia-sia. Pulang dengan tidak hanya terhibur tetapi perasaan yang lebih kaya.

Saya menunggu konser Kiai Kanjeng dan Letto, yang dijanjikan akan segera datang. Let's stay tune!

Yang juga menyayangi Jogja dan keluarga,

Kiki Fauzia

Tuesday, January 25, 2011

Refreshing > Tugas Utama


"Yang fokus ya? Refreshingmu sudah banyak, baik yang sudah maupun yang belum. Jadi harus lebih diutamakan tugas pokoknya"
-Mama-

"Ingat tujuan utamamu ke Jogja adalah untuk kuliah..." -Bapak-

Oh My Goodness. Memang saya sudah overdosis dengan segala hal yang berhubungan dengan maen, senang-senang, liburan, dan segala hal yang mengatasnamakan refreshing. Saya miris dengan diri sendiri yang mulai disorientasi mengenai masa depan studi saya yang tinggal sejengkal lagi. Selanjutnya saya mencoba mengintip beberapa agenda saya ke depan. Ya Allah, di bulan Februari ini saja, saya akan melakukan dua aktivitas besar dengan kategori senang-senang dan menghamburkan uang. Kemudian batin saya berkata, "Ya gapapalah yang penting hepi. Selagi ada kesempatan dan kesehatan." Tapi ada perasaan tidak enak menyeruak dalam hati kecil saya. Karena memang kebahagiaan takkan sempurna tanpa keseimbangan hidup. Apalagi ketika kita masih terikat tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri, ataupun orang tua. Karena sejatinya rasa bahagia adalah relatif dan sementara.

Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa memang perlu niat yang kuat untuk bisa fokus. Saya perlu ketegasan. Saya perlu tegas terhadap diri sendiri, dan lingkungan eksternal saya. Ketegasan itulah yang mampu mendewasakan diri kita terhadap berbagai pilihan dalam hidup.

Saya memang lihai bergumam. Tidak cukup. Karena saya harus segera berproses untuk menentukan baik tidaknya hasil nanti. Baiklah orangtua, terimakasih atas teguran-teguran kecil yang sangat bermakna. Saya harus NIAT, FOKUS, dan mengingat TUJUAN UTAMA saya.


Salam.
Kiki Fauzia

Monday, December 13, 2010

Berpacu dengan perubahan

Life changes. People changes. Situation changes. Environment changes. Everything on this world keep changing. Do you agree? How do you define changes? Do you feel it? How do you feel about it?

picture from here


"
Perubahan adalah hal yang paling abadi di dunia ini." Entah siapa yang pertama kali mengatakan kalimat tersebut sehingga banyak orang yang mengutipnya. Banyak yang sepakat, namun tidak sedikit yang menyanggahnya. Dan jika kita menjawab pertanyaan dalam intro di atas. Saya yakin pasti interpretasi setiap kepala akan berbeda, bervariasi, dan tergantung konteksnya. Yang jelas kita harus siap dengan perubahan. Sadar ataupun tidak, kita berubah. Pun dengan lingkungan kita, teman-teman, pemikiran, idealisme, pilihan hidup, dan sebagainya.

Akhir-akhir ini saya berusaha berdamai dengan perubahan. Saya juga mengeja berbagai perubahan di sekitar saya. Kemudian, saya mencoba mengingat dan merenung. Saya kah yang berubah, atau lingkungan saya yang berubah? Siapakah yang bertanggung jawab? Manakah yang lebih baik? Atau sebaliknya, saya yang tidak bisa bergaul dengan perubahan yang ada? Saya yang terlalu asyik dengan zona nyaman saya?

Rasa. Anugerah yang tidak bisa dibohongi. Dibalik kata, senyum, dan tawa yang nyata, selalu ada rasa yang tersimpan. Entah apa itu, saya pun tidak bisa mendefinisikannya. Namun saya betul-betul merasakan. Dan memang perubahan adalah sebuah proses yang harus dinikmati. Dan, keberlanjutan perubahan harus dibarengi dengan peningkatan kualitas diri.

Banyak hal yang menginsipirasi untuk berubah, dan/atau berpacu dengan perubahan. Terutama dari dan untuk lingkungan terdekat kita. Saya bersyukur mereka ini ada, yang membuat kita berfikir dan berubah. Walaupun prosesnya pahit, sakit, tidak nyaman, berat, namun rasa itu menempa kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Bahwa selalu ada yang kita syukuri, bahwa kita tidak sendiri, bahwa kekuatan Maha Dahsyat itu ada, bahwa semua kembali ke diri kita. Berbahagialah hari ini yang bisa merasakan perubahan, atau yang menjalani perubahan.

Siapkah? Berubaaaaaah!!! Hahaha. Saya jadi teringat tayangan-tayangan superhero waktu kecil. Ketika dalam kondisi dibutuhkan, mereka selalu siap berubah, untuk kepentingan khalayak banyak, tidak hanya untuk kepentingan dan ego sendiri. Nah, inilah tingkatan perubahan yang juga saya idamkan. Tidak ada kata terlambat untuk perubahan ke arah lebih baik. Semoga semesta alam mendukung. Semoga kita bisa berdamai dengan perubahan.


** Curahan di blog ini memang seringkali absurd dan abstrak. Mungkin memang waktunya berubah ke penyampaian yang lebih baik? Baiklah, saya akan mencoba.
** Perubahan dimulai dengan mencoba berdamai dengan yang kita miliki. Saya sangat bersyukur di atas segalanya bahwa Tuhan Maha Adil dan berpihak pada keadilan. Manusialah yang seringkali tidak adil pada dirinya sendiri, termasuk saya sendiri.
** Terimakasih atas anugerah terindah dalam hidup. Ketulusan dan kasih sayang.
** Mulai sekarang rencanakan perubahan apa yang akan kamu lakukan untuk esok hari.

Terimakasih atas kebijaksanaan setiap manusia.
Salam damai,

Saturday, October 16, 2010

Cheer Me Up with Your Smile :)

Love is all around us. Share it. Mean It.

I just wanted to collect some random stuffs that cheered me up these days lately :
- Knowing that one listening thoroughly, and smiling afterward.
- Spending time with lovely and trustworthy friends.
- Sharing hope and fears, and future uncertainty.
- Looking at eyes to eyes. Then feel it into heart.
- Doing and enjoying spare time with favourite friends.
- Get what we need. Feel what we like/love.
- Our goal/target accomplished.
- Doing what we enjoy the most, and getting insight afterward.

I believe that days is full of life-learning process. We are blessed with mind and heart as tools to maintain our perception about life. Life has many flavor; bitter-sweet for sure. That made life is so colorful, and rich. I realized that when we were down and sad, we learned something precious at the end. We never expect, but it has ripple-effect impact in our life . Life also doesn't always meet with all expectations. But once again, that made life is more challenging and not boring. Then, how we deal with all unexpected facts and bad days? For me, it's very relieving to smile and consistently do good deeds for others. It's very pleasuring when others smile and happy due to our presence. If not, no problems, because genuine smiles will automatically warmed up deep down inside our heart.

My next idea to cheer up our life is feel the love atmosphere around us. Really feel it deeply. First, you can start by eliminating all negative thoughts in your mind and heart, then start counting gifts God has given to you, from breathing til sleeping. And you should understand about the essence of grateful. It's just undeniably powerful. Then, find or create situations that will generate your inside happiness. I already counted mines by listing facts and activities that successfully increased my cheerful spirit and drawing my smiley-face while realizing that : I LOVE and LIVE all my LIFE.

With love,

Kiki Fauzia

Friday, August 27, 2010

Post K.K.N. Reflection

Too much to count, too many to tell.
I will start from my community service stories. Well, I have just officially finished my community service duty, today, after completing the responsibility to the school. Unlike the other days of our trip to Wonosari, today we rode my friend's car. The trip seemed more enjoyable and faster, especially in the hot temperature day. OMG. I still cant believe that I stayed the same. My innocent behavior should be responsible of what I have done. So, this what happened : I switched off my mobile phone due to empty battery since the night before. After praying subuh in Masjid, I felt a sleep and just woke up around 9 a.m. Then, I remembered to switch on my mobile phone. There were several messages coming, one of them was from my KKN team. Then, I was ruined in a big hurry to get ready to the campus. Oh, God, I hate myself to being that way.

I once said that too much control would make no sense. On this context, I was strongly irritated by the mechanism created by institution that has the authority to control the whole system of community service. Simply, why they bother to complicate stuff. It's maybe a typical of Indonesia procedural system. Ok, then enough to complain, and wouldn't change anything, except if they are sensible enough to reflect on what many students may have articulated in the sense of inefficiency.


They called it ‘sosiogram’. What a shit of sheet I can say. I don’t know whether it’s part of grading system or not. Frankly, I don’t like judge (rank) others by putting them unequal to what they have contributed. Maybe some friends support this kind of consideration, but I powerfully argue that this will create worst and unfair results. First reasons, as a team we are built to work together, support, and complete each others. So we mayn’t compare one to each just by concluding that one has a better contribution to others. Each one has their own portion and contribution. One may give a small but urgent yet significant input to the team. Second reasons, I believe that regardless objectivity principle we hold, we tend to act subjectively. Therefore, I vote for 'floating mass' on this situation, with such thoughtful considerations, such as a betterment for all and for the sake of long term relationship.

KKN is quite experience that thought me a lot. It was a another life phase sample that made me think, feel, react, reflect, then realize that I am a perfect human blessed with imperfect traits. When we struggled in a team, we mostly deal with frictions within our own consciousness, interpersonal relations and conflicting motion of thoughts with others. Then, after all, I knew myself better and the way others think and react. Too many to count, and, too many times we missed the moment to be touched, to be heard, to be hold on. We may easily forgot that basically we are just the same. If we can listen more, do more, involve more, and share more, we may miscalculate the days we spent compared with satisfaction and preciousness others may feel. When I realized that way, I want to rotate the time and change the scenario so that I won't 'amoeba-ing' quite often.

UNIT 95 -my KKN team- in front of Lobi HI, Fisipol UGM, 2010

It's ashamed if we just know the name, never asked how they feel, even seldom thank to their deeds. We also couldn't blame the system we committed, if that really happened. It was just too pity for me if this togetherness didn't reach out deep down inside our heart. I mean, I wouldn't exaggerate things, but we really need to value that we are not a robotic creature. Every act has tendency, motivations, and intentions. Then, we have to build our sense of sympathy and empathy. Maybe it's too easy to say, but hardly to understand and practice. Simply I wanna say : don't hurt others, don't backstabbing others, and don't underestimate others. It's better to appreciate others, and give a positive support to their deeds.

I'm glad to have shared and experienced this two months of community service together with my teammate. I really appreciated that we have tried to contribute our best. When I looked upon them, there were many memories drawn inside my brain-disk, and locked tidily in my heart. Because every jokes created happiness. Every smiles cured bad days. Every success generated optimism. Every appreciation invented confidence. Every shared-stories established trust. Every togetherness built understanding. And loving will grow through bad and good days. And time will show who true friend are.

On the other hands, I strongly oppose any forms of humiliation. In whatever intentions it may take, I rather withdrawing myself and choose 'mute' mode. Maybe, it's not the best way to react. But I will not worsen the situation by adding some opinion and random info. Because every humiliation will cause wound and big hole in other heart. Because we never know yet beyond their appearance, actions and reactions, what their real conditions, motivations, and intentions are. Haha. It's getting more absurd and I started mumbling randomly.

Afterward, I just wanted to sincere thank and sorry to all my friends during this two months. It's very delighted to work with you. I was very honored to spend minutes, hours, days, and months with you who are indeed very good people, very good students. Thank you.

Cheers, for all the best,

Kiki Fauzia

"Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan," - Pramoedya Ananta Toer

Monday, August 9, 2010

My Absence and Prescence

..everyone has their own story and destiny..
..the happiest person is one who's always feeling grateful..


Hi August, I am happy for you. And as I stated above I should be grateful for everything I have. No complain for life and no jealousity for others. We can be happier if we can share more, and be POSITIVE in thinking and feeling. Then, it will suddenly ease our bad feelings and sadness. Oh God, I am still too far from You. Literally, I feel a half empty because of imbalance between my needs and efforts. I urge more vertical connection with God, but in action I am 'zero'. Ramadhan will be coming on these upcoming days and it would be the best moment to heal my soul and improve my spiritual connection with The One.

Let's talk about my absence and my presence during the previous month. I have been disapeared from the blogging world for quite time. The month of July was occupied by KKN duties. It's time for serving community as it supposed to be. This is the time of the year when I have to take a part in action as implementation of three principle of university besides education and research, which is community service.

Community Service: We Never Work Alone
That how it works in KKN. We never work alone since we are teamed up with other students. Our unit consists of thirty students from various departments and faculties. Mostly are from my own department, International Relations. The rests are from the faculty of Biology, Philosophy, Psychology, Economics and Business, Math and Natural Sciences, Agricultural Technology, and Engineering. One unit are divided in to six subunit which means that we have five students in each subunit. I myself are part of subunit "SMA 1 Wonosari", accompanied by friends from three different departments, Psychology, Accounting, and Computer Sciences.

Lesson I learned and observed during KKN:
- Inefficiency and lack of integrity of Institute for Research and Community Service ( I will write later focus on this topic)
- One should be aware of their own portion and position. Time for lead or follow.
- Obey the mechanism and shared-agreement.
- Respect and acknowledge others since we never work alone.
- Appreciaton is worth-value. Dont hurt others by saying direct harsh words.
- Three magic words : thanks, sorry, and please.
- Obvious things which I dont like :
Talk behind one's back, gossipings (preffered called 'ghibah'). These things are very normal and obvious which I was really uncomfortable deal with. Listening these kind of things just made me sick. But what most pathetic is why is always fun and entertaining?
- Get much involved in activities and projects. Engage with many peoples. It's not easy, but one try is worth-doing and deserves an appreciation.
- Controlling is somehow an effective way to organize things in order. But too much control would make no senses.
- The art of manipulating.
- Be yourself and try to understand others.
- Playing safe is being on the mainstream track. Flexibility on various situation is very important.
- More qualified time we shared = more we value the prescence of others = more emotional and personal bonds tighted up.
- Reducing ego and stubborness is a must list to do.
- Boys likes gossips as well (a bit shocked).
- Girls are vulnerably conflicting in 'cold war', while boys are struggling on their world war.
- ....
- would be more added

Just stay tuned :)

Cheers, Kiki

Saturday, June 12, 2010

Aib Manusia dan Penjagaan Allah

Selamat sore saudaraku semua.

Saya menulis posting ini di kala hujan berteman petir sedang beraksi di luar sana. Oleh karenanya, izinkanlah saya berteduh di sini sebentar, dan berbagi mengenai perkara yang sangat lekat dalam kehidupan sehari-hari sambil minum teh panas yang menghangatkan dada. Perkara yang ingin saya bagi adalah mengenai aib kita dan penjagaan sang Khaliq. Semoga saja bisa meneduhkan hati. Ini merupakan sarana untuk saling mengingatkan dan juga menegur diri saya sendiri. Baiklah, saya akan memulai mengutip hadits dari Rasulullah S.A.W,

“Siapa yg melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yg sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan dari satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yg memudahkan orang yg sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkan di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yg menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aib di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya.”

Sejak awal mengenal hadits itu, saya sangat kagum dan terharu bagaimana agama telah mengatur sedemikian rupa mengenai adab berhubungan dengan orang lain. Bagaimana seharusnya kita saling menjaga dan menyayangi orang lain layaknya diri sendiri dan saudara kita. Dan, seperti yang telah saya cetak tebal di atas, termasuk penjagaan kita terhadap aibnya.

Pertama, saya akan mendefinisikan pengertian aib. Aib menurut pengertian harfiah saya merupakan sesuatu yang diasosiakan buruk, tidak terpuji, tidak etis, tidak 'sreg' dan negatif oleh kesepakatan bersama dalam kehidupan sosial. Dalam relasi horizontal antarsesama manusia, aib adalah bagian tersendiri dalam kotak hitam kita, yang tidak akan kita sebarluaskan karena akan menimbulkan stigma negatif yang dilabelkan orang lain pada kita. Sama halnya dengan sifat ketidaksempurnaan manusia, pasti setiap individu mempunyai cerita, pengalaman, kebiasaan, dan karakter yang bisa jadi oleh masyarakat disebut aib. Namun, kebanyakan manusia tidak sadar dan lalai dimana dan apa aib-nya sendiri.

Dalam kehidupan harian sebagai makhluk sosial, seringkali kita kurang 'sreg' dan tidak suka dengan apa yang dilakukan orang lain. Itu wajar dan sering. Seketika kita men-judge, seketika pula kita merekam itu dalam hardisk kita. Tidak jarang pula, kita menemukan fakta empiris dan interaksionis tentang orang lain, yang membuat kita terkejut dan memberikan label tertentu pada mereka. Hampir dipastikan, berkali-kali kita mendengar informasi dari sumber-sumber kedua, ketiga, keempat dan seterusnya yang kadang corrupt dan bias-added tentang orang lain yang membuat kita berasumsi 'macam-macam'. Dan kadang secara spontan kita 'mengata-ngatai' orang lain karena kekecewaan dan luapan emosi yang memuncak.

Bagaimanapun yang saya jabarkan di atas adalah praktik-praktik yang sering terjadi, dan sangat berkebalikan dengan adab dan etika dalam hubungan horizontal antarsesama manusia yang diatur oleh agama. Padahal ingatlah saudaraku semua, bahwasanya aib orang lain adalah cermin dari aib kita, pula. Padahal aib orang lain adalah pembelajaran berharga. Padahal aib orang lain berpotensi menjadi milik kita. Oleh karenanya, agama sudah sangat mulia mengingatkan untuk menyimpan aib orang lain. Dan sebagai balasannya Allah akan menjaga aib kita. Balasan yang sangat luar biasa, karena penjagaan dari sang Khaliq melebihi segala-gala penjagaan di dunia dan akhirat.

Manusia sering lupa bersyukur bahwa begitu banyak penjagaan Allah akan aib-aib kita. Jika kita mengagumi dan mendewakan manusia lain belum tentu pula karena dia 'bersih', tapi karena secara kasat mata kita belum tahu dan bahwa Allah masih menjaga aib-aibnya. Kalaupun orang lain melihat kita sebagaimana baiknya atau sebagaimana kualitas tertentu yang kita miliki, cuma satu yang harus tertanam dalam dada kita, terimakasih kepada Allah yang telah menjaga dan menyembunyikan aib kita. Oleh karenanya, jangan sombong dan jangan mengumbar aib orang lain jikalau mengingankan agar orang lain dan Allah melakukan hal serupa pada kita.

Masyarakat kita adalah masyarakat komunal. Masyarakat yang selalu mengagungkan label makhluk sosial, namun di lain sisi, hipokrit dan 'sakit'. Begitu seringnya tanpa sadar kita menyingkap aib orang lain, memperbesarnya dan mengembar-gemborkannya sehingga meluas dan semakin mantap untuk diperbincangkan. Fakta yang miris itu bisa terlihat dari fenomena di masyarakat: panasnya gosip di infortainment, larisnya forum 'kurang penting' hanya untuk membicarakan aib orang lain, dan kita selalu memulai topik dengan membicarakan orang, bukan event, atau ide. Padahal ada sebuah saying begini, "one with great minds tend to discuss ideas,one with avarage minds tend to discuss events, one with small minds tend to discuss people". What do you think?

Baiklah saudaraku, saya akan merangkumkan dalam beberapa kata. Kita manusia, bukan wali, tidak lepas dari aib dan prasangka. Janganlah sibuk membicarakan aib orang lain sebelum kita introspeksi diri. Janganlah sombong akan persepsi dan prestasi kita di hadapan orang lain, namun bersyukurlah bahwa Allah masih sayang dan menyimpan aib-aib kita. Tidak membicarakan aib orang lain bukan berarti menghindarkan diri kita dari sikap kritis, namun jagalah lidahmu dan mengertilah proporsi dan kondisinya. Berikanlah tanggapan yang proporsional saja. Dan janganlah lupa bahwa : Siapa yg menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aib di dunia dan kelak di akhirat. Subhanallah.

Mari memperbaiki diri.

Monday, April 26, 2010

Facebook Deactivation

Setiap orang mempunyai kapasitas masing-masing dalam self-control dan self-management. Begitu pula dengan diriku. Setelah berkontemplasi dan berevaluasi diri, ada beberapa kelemahan yang harus ditindaklanjuti segera. Diantara hasilnya ialah keluarnya kebijakan preventif untuk menonaktifkan akun facebook. Setelah menimbang sisi positif-negatif dan belajar dari pengalaman serta preseden masa lalu, aku memutuskan untuk melakukan itu tanpa meminta pertimbangan orang lain. Alasannya, karena aku paling mengenal diriku sendiri. Dan seperti kalimat pertamaku, aku memiliki kapasitas sendiri dalam kontrol dan menejemen diri. Kebijakan itu memang terkesan emosional, tapi aku justru merasa sangat rasional setelah melakukannya.

Status terakhir ; "Dear friends, I will deactivate my facebook account temporary due to such a thoughtful consideration. Please get in touch with me through email or my phone number. Thank you for your kind understanding."

I hope it will make a difference. For a better self-control, for survival.

Deactivate regards, _Kf_

Thursday, April 15, 2010

uncertainty

In the middle of finishing my take home exam, I am feeling sad and uncertain about various things in my life. Here are some questions that popped up on my brain right now..
1) Graduate soon, or experience more study abroad
2) Skripsweet, when to start, when will finish, what is the topic?
3) My GPA, this is my last semester of taking courses, maybe. So, I want to get my best! Can I?
4) My age, concerned about life planning after graduating,
5) Achieving my master degree abroad or working to make more money
6) What is my ideal job? Values, interest, money, .. longterm security
7) Personal life : marriage, settled with family, taking care of family: children and husband
8) Living nearby my parents or taking my parents live near by me
9) so on, and so on

Then, I started thingking that the list above are ALL 'BOUT MYSELF. Does that means that I am too egoistic. Then I come to my 'klise' question: When I stop to think about myself// When I come to the point that I am enough with myself// Is that possible?

Uncertain regards, -KF-

Monday, April 5, 2010

M A R R I A G E

"My friend, younger than me, just married a few days ago. She will be
holding her wedding celebration this week. I will come for sure.
Some friends of mine already got married.
Many people decided to married on these months.
I read blog about young couple's marriage."

Those all made me over-thinking about 'marriage'^^ Haha. And all of sudden I remembered my high-school's dream. Yes, I want to get married on young age. Hahaha. So silly if I remembered that.
I understand that marriage isn't as easy as folding back our hands. We need to learn much and of course be fully-ready to that next stage of our-life.
Marriage dominated my brain tonight rather than my exam preparation.
Haha. Marriage. When? Where? With whom?
All are still m y s t e r y

Regards, -KF-