Saturday, June 4, 2011

Hati Matahari



Awalnya, kami kehabisan tiket karena membeli tiket beberapa jam sebelum konser dimulai. Semua tiket terjual habis, dari tiket festival, VIP, bahkan VVIP. Kemudian berbekal kenalan di 'Progress Manajemen', saya menghubungi beliau dan menceritakan kondisi di lapangan. Alhamdulillah kami mendapatkan kursi tambahan. Terima kasih Mas Helmi atas bantuannya. Terima kasih luar biasa kepada teman saya yang rela antri, sabar menanti, dan menemani sampai akhir konser. Walaupun sempat kecewa karena Cak Nun dan Noe Letto tidak tampil, tapi overall konser sangat spektakuler, menyenangkan, hangat, dan menghibur.

31 Maret 2011, Taman Budaya Yogyakarta

Novia Kolopaking kembali menyapa masyarakat Jogja dan sekitarnya dengan senandung sapa yang telah lama dirindukan. Silaturahmi, dia menyebut konser dengan tajuk 'Hati Matahari' malam itu sebagai suatu persembahan untuk keluarganya, terutama masyarakat Jogja. Jogja adalah tempat yang dipilihnya untuk tumbuh, belajar, berkarya, dan mengabdi untuk 'sesuatu' yang sifatnya lebih transendental. Sejak tahun 1997, Novia meninggalkan Jakarta dengan segala atributnya. Sejak saat itu, dia mengaku tidak pernah berhenti berkarya, bahkan mengenal komunitas baru yang membawanya ke dalam dimensi baru, tetapi tetap bernyanyi, berkarya seni, dan menyelami pengalaman yang lain lagi. Bersama Kiai Kanjeng, diplomasi kebudayaan melalui konser musik ke berbagai benua berhasil dilakukan. Letto, baginya adalah anak yang lahir dan tumbuh dalam keluarganya, serta sejiwa dalam berkarya. Matarantai, dia mengumpamakan adalah anak bungsunya, yang baru saja lahir dan akan terus tumbuh dan berkembang.

Konser malam itu adalah kolaborasi apik, antara vokal Novia Kolopaking, aransemen musik Letto dan orkesta Mata rantai, serta musik gamelan Kiai Kanjeng. Dinamika nada dan irama yang menciptakan harmonisasi dan ritme yang syahdu dan memukau. Lagu-lagu yang dipilih malam itu adalah kombinasi antara lagu nostalgia, masa kini, rohani, dan karya-karya seniman handal Jogja dan seniman asing. Penontan dibawa bersenandung bersama dalam lagu-lagu lama seperti Bunga Mawar, Asmara, dan yang tak kalah populer soundtrack 'Keluarga Cemara' karya Arswendo, yang di-aransemen gabungan dengan lagu 'Tho'la'al Badru'. Ada juga satu lagu kesukaan saya,
Sandaran Hati, dan beberapa lagu lainnya. Meskipun mengaku sempat kehabisan nafas dan tidak hafal lirik lagu, Novia tetap menampilkan performa terbaiknya. Saya salut ketika dengan rendah hati dia meminta maaf atas segala keterbatasan tersebut dan mengharapkan pengertian penonton. Termasuk, ketika konser akan dimulai Novia yang masuk melalui koridor kursi penonton, menyalami satu persatu penonton di sekelilingnya. Sesampainya di panggung, dia pun meminta izin mencopot high-heels-nya dan memilih tidak memakai alas kaki karena lebih nyaman dan membuatnya lega. Haha.

Novia tergolong sangat komunikatif dengan penonton. Sesekali memberikan pendapatnya mengenai suatu isu tanpa ada kesan menggurui namun sangat bijak dan cerdas. Mungkin karena telah terbiasa dengan berbagai dialog dan diskusi yang dipandu Cak Nun dengan berbagai kalangan, sehingga dia lebih objektif dan kritis dalam berpendapat. Novia nampaknya juga telah belajar bagaimana caranya memberikan sentuhan humor dalam setiap kata-katanya. Yang menarik, termasuk pengakuannya ketika menjadi ibu rumah tangga adalah jauh lebih 'mudah' dan menyenangkan daripada menyanyi. Dia juga menyayangkan berbagai media yang seringkali memfitnah suaminya yang dianggap menyuruhnya berhenti berkarir dan bernyanyi. Padahal, justru suaminya lah yang paling mendukung agar Novia bernyanyi terus, termasuk menggelar konser malam itu.

Saya yang malam itu hadir di antara ratusan penonton yang memadati Gedung Konser Taman Budaya merasakan atmosfer kekeluargaan yang kental; hangat dan menyenangkan. Ada semangat pengabdian besar yang selalu diingatkan dalam setiap lagu untuk tetap setia pada Ilahi, dan menapaki kehidupan sesuai dengan jalan-Nya. Seusai konser saya merasa mendapat penyegaran dan energi baru. Bahwa salah satunya, keluarga adalah harta yang paling berharga, puisi yang paling bermakna, istana yang paling indah, serta mutiara tiada tara (menyadur dari Keluarga Cemara). Keluarga kandung dalah anugerah terindah yang Allah titipkan dalam kehidupan kita. Dan dalam lingkup yang lebih luas, semangat kekeluargaan inilah yang harus selalu kita pupuk, agar kita merasakan yang namanya solidaritas, simpati-empati, dan penerimaan. Tentunya, dalam kadar yang proporsional.

Hal lain yang saya pelajari, di antaranya hidayah adalah keberuntungan terbesar yang Allah berikan kepada hambanya. Tiada yang mampu memprediksi, bagaimana kita mengawali akan sejalan dengan apa yang akan kita kerjakan nantinya. Bahagia dengan pilihan yang kita ambil serta menjalaninya dengan tanggung jawab dan kebahagiaan adalah suatu kenikmatan hidup. Berdoalah supaya kita selalu dipertemukan dengan orang atau kelompok yang bisa membuka kepekaan hati dan pikiran kita untuk menjadi insan lebih baik, tanpa harus menjadi orang lain. Hahaha. Yang jelas, saya datang tidak sia-sia. Pulang dengan tidak hanya terhibur tetapi perasaan yang lebih kaya.

Saya menunggu konser Kiai Kanjeng dan Letto, yang dijanjikan akan segera datang. Let's stay tune!

Yang juga menyayangi Jogja dan keluarga,

Kiki Fauzia

No comments: