Dengan tajuk “Experiencing Professional Life through Excursion 2010”, studi ekskursi jurusan hubungan internasional angkatan 2007 berhasil terlaksana. Dalam lima hari perjalanan menjelajah ibu kota, 7-11 November 2011, saya menemukan pemandangan yang lain dari keseharian. Saya pun diajak menatap erat hingar bingar kota metropolitan, dan menyelami aktivitas serta polah tingkah manusia di dalamnya. Seolah-olah diri ini dipaksa mengalihkan sedikit perhatian dari duka Merapi yang masih membalut pilu kota Jogjakarta tercinta.
Keputusan meninggalkan Jogja merupakan pilihan sulit karena separuh nafas saya masih melekat pada pori-pori ruang dan waktu, bersama debu dan abu vulkanik yang mulai kasat mata tersapu hujan yang mengguyur Jogja selama beberapa hari. Ya, Jogja telah aman dan nyaman seperti layaknya. Aktivitas Merapi memang bisa mengancam setiap saat, namun kenyamanan Jogja telah kembali. Saya bisa merasakan Merapi seakan anteng di dalam kekuatan mahadaya-nya. Dua hari itu Merapi telah berdamai dalam harmoni Jogja.
Hari keberangkatan, Minggu, 7 November 2010, cuaca cerah menyelimuti Jogja. Langit dan awan terlihat indah. Dedaunan telah berubah warna, dari yang semula abu-abu menjadi hijau. Namun ada yang berbeda dari biasanya. Saya tak biasa dengan kesepian di kos yang mulai menggerogoti kalbu. Bagaimana tidak, hampir seluruh teman kos saya telah pulang ke kampung halaman atau mengungsi ke rumah saudara. Hingga kira-kira hanya tersisa empat penghuni kos dari total 41 mahasiswa, belum termasuk keluarga ibu kos yang masih setia di rumah. Saya tidak terbiasa dengan kesepian di kos yang biasanya selalu riuh dengan tawa, nyanyi, dan humor penghuni-penghuninya.
Satu demi satu teman kos saya telah pergi meninggalkan Jogja. Dan saya pun merasa terpecundangi oleh diri sendiri karena ingin berbuat banyak untuk Jogja, namun terganjal limit diri dan keputusan yang telah saya buat sebelumnya. Namun saya tidak menyesali keputusan yang telah saya buat, karena akan selalu ada pembelajaran dan oleh-oleh dari sana.
Minggu, 7 November 2010
Sore itu, saya sepakat berangkat bersama sahabat saya, Flo. Saya lega, karena sebelumnya saya khawatir dengan absennya beberapa teman dekat saya dalam kegiatan ini. Tas travel yang saya jinjing terasa cukup berat hingga perjalanan menuju kampus membuat keringat saya bercucuran. Dari kejauhan terlihat bus yang telah terparkir di depan Fakultas Hukum. Kami pun mempercepat langkah, dan disambut dengan ringan tangan serta senyum ceria sahabat saya yang lain, Davi. Kemudian, teman-teman laki-laki saya dengan cekatan membantu saya menaikkan tas travel kami ke bagasi bus. Oh, what a nice beginning.
Perjalanan dimulai dengan doa. Saya terdiam, tersenyum, dan teringat kebiasaan piknik bersama keluarga dari sekolah ibu-bapak saya, ketika masih kecil, bahkan sampai saya SMA, Biasanya kami berkendara dengan bus pariwisata. Kebersamaan bersama teman-teman satu angkatan seperti ini adalah kesempatan langka bagi saya. Oleh karena itu saya mencoba menikmati setiap rasanya. Riuh, tawa, canda, teriakan, geram, nyanyian, dan beraneka obrolan menemani perjalanaan kami hingga larut. Di samping saya, duduk sahabat yang khusuk dalam perjalanan, ditemani Al-Quran, Al Ma'tsurat, dan boneka unta kesayangannya. Dalam suatu percakapan, saya merasa tertampar karena malu sendiri, mengapa saya sering mengacuhkan Kitab Suci itu.
Perjalanan menyusur senja sore itu sangat indah. Dari tepi jendela bus, saya mengagumi sketsa alam ciptaan-Nya. Sawah yang membentang, sungai yang tenang, dan pepohonan yang melambaikan tangan kebesarannya tersenyum pada saya, dengan sederhana namun menyentuh teramat dalam. Pada suatu celah waktu, saya melihat seorang kakek mendayungkan perahunya di sebuah sungai yang tenang ketika magrib menjelang. Saya semakin tersentuh. Mereka juga merupakan bagian dari kehidupan.
Semakin malam, semakin gila. Riuh renyah tawa ditambah dentuman musik dangdut semakin memeriahkan suasana malam. Mulai dari cinta satu malam, keong racun, sampai lagu-lagu ga jelas yang mengumbar aurat penyanyinya. Yang penting semua senang dan gembira. Perjalanan terus berlanjut, dan erhentian selanjutnya adalah untuk makan malam. Diteruskan hingga pagi menjelang. Akhirnya, kami sampai tepat waktu di arena rest room Cikampek pada jam 04.30 dini hari.
Senin, 8 November 2010
Kami masih mempunyai banyak waktu hingga kunjungan pertama ke LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada jam 12.30 siang. Seperti biasa, apa yang terjadi menanggapi situasi seperti ini? Kuping saya lelah dengan semua komplain dan keluhan. Enyahlah dengan itu semua, saya melanjutkan tidur saya hingga jam 6. Kebetulan saya tidak sholat, jadi saya punya kesempatan untuk beristirahat lebih lama. Hingga akhirnya matahari telah menanjak, saya pun memutuskan keluar bus, menuju Indomaret untuk membeli barang yang saya perlukan. Membeli kudapan ngemil sebagai sarapan. Selanjutnya, mandi dan siap berbusana rapi.
Jam 10 kami melanjutkan perjalanan menuju LIPI. Jam 12.30, sesampainya di tempat tujuan, kami makan siang dulu. Kami pun menaiki gedung itu, di lantai 3, kami menemukan sebuah ruangan tidak terlalu lebar tapi cukup untuk sekitar 50 orang. Di sana kami di sambut dua peneliti bidang Politik dari LIPI. Sayangnya ingatan saya terlalu pendek untuk mengingat nama beliau berdua. Kami diberi pengetahuan seputar LIPI, dan diteruskan tanya jawab interaktif.
Ruangan LIPI itu mengingatkan saya akan dua hal : Pertama, Bapak Ikrar Nusa Bhakti. Siapa beliau? Ehmm, saya juga baru tahu kalau beliau itu adalah Kepala Pusat Peneliti bidang Politik di LIPI. Saya hanya terasa familiar dengan foto yang terpajang di dinding. Wajahnya serasa tidak asing. Usut punya usut ya memang beliau lah orangnya. Dalam seleksi beasiswa ADS di Jogja sekitar setahun yang lalu, saya bertemu Pak Ikrar. Selama dua hari saya menjemput beliau dan seorang juri dari Australia dari hotel untuk diantar ke Ruang Sidang Rektorat. Dalam perjalanan, kami berbincang banyak hal. Beliau sosok yang sederhana, ramah, hangat, dan down to earth. Beliau juga menitipkan salam kepada Pak Moechtar Mas'oed, dosen saya. Karena ternyata beliau berdua bersahabat baik.
Kedua, LIPI meningatkan saya pada a foreigner from Jerman. Perjumpaan tak disengaja yang melengkapi semalam obrolan saya di travel dari Blitar menuju Jogja. Kisah selengkapnya bisa dibaca di sini.
Selanjutnya saya mencatat beberapa hal dari kunjungan singkat sore itu, diantaranya:
Don't be too generous! Be selective!
Entah pada bahasan apa nasehat itu keluar dari ibu-ibu peneliti kawakan tersebut. Pelajaran berharga bagi saya diantara semua hal yang saya pelajari siang itu.
Selanjutnya, kami kembali ke Wisma Karsa Garini, di dekat Bandara Halim Perdanakusuma. Itulah tempat kami menginap selama tiga hari dua malam di Jakarta.
Hari berikutnya, Selasa 9 November, ekskursi dilanjutkan ke Kedutaan Besar Jepang dan Jakarta Post, atau CSIS.
Rabu, 10 November, kunjungan dilanjutkan ke ASTRA Internasional dan Kemenlu. Sementara, hari terakhir, 11 November kunjungan terakhir ke Kantor Delegasi Uni Eropa melengkapi rangkaian SE tahun ini. Sebenarnya sebelum bertolak balik ke Jogja, masih ada kunjungan ke Pantai Ancol, namun saya harus terpisah dari rombongan karena sudah merencanakan hal lain.
** Maaf cerita kunjungannya tidak terlalu detail ^^
Salam,
Kiki Fauzia
No comments:
Post a Comment