Sunday, July 31, 2011
Ridhollaahu fi Ridhol Walidain
entah, emboh, ga tahu, pusing, bingung, pening, plin-plan, sedih, sayang, keluarga, hati, galau, sementara, masa depan,.....
Apapun itu...
Hanya bisa berserah kepada Dzat yang Maha membolak-balikkan hati manusia. Penguasa Hari Ini, Masa Depan, dan Hari Akhir. Kepada-Mu Hamba memohon yang terbaik.
Saat ini satu yang terpikirkan, dan harus mulai belajar merelakan dan mengeliminasi egoisme dan euforia yang melenakan, yakni harus ingat bahwa "Ridho Allah terletak pada ridho orang tua."
Saat ini, mungkin cukup itu saja dulu.
Terima kasih.
Semoga Ramadhan ini semakin meneguhkan hati kita untuk senantiasa memperbaiki diri, merendahkan diri di hadapan-Nya, dan berlomba-lomba lagi untuk menjad sebaik-baik manusia. Amieen ya Rabb. Semoga kita semua mendapat kebahagiaan dan berkah-rahmat Ramadhan yang selalu kita nanti-nantikan. Amieen.
Monday, April 11, 2011
Orang Tua Ketika Senja
Seperti pada tulisan-tulisan sebelumnya, pulang selalu mengilhami. Untuk itulah, sebisa mungkin saya selalu pulang ketika kondisi mengizinkan. Selagi belum sekolah jauh atau terikat kontrak kerja yang memberatkan. Itu yang dipesankan orang tua. Kesempatan pulang selalu saya manfaatkan untuk bermanja dengan waktu luang dan kasih sayang. Dua hal berharga yang mahal dibeli di zaman sekarang ini. Rumah dan orang tua adalah dua kerinduan yang membumikan langkah saya, yang jarang merunduk ramah pada asal, tanah, dan sejarah. Padahal, dimana pun kita membumbung tinggi, jiwa kita harus santun memijak pada bumi ketulusan yang mengikat kita secara biologi dan nurani.
Seusai acara di Surabaya minggu lalu, saya menyempatkan pulang. Sudah beberapa bulan saya tidak pulang karena harus menyelesaikan kewajiban. Oleh karenanya, Minggu lalu saya pulang dengan membawa segudang cerita dan senyuman. Saya senang bisa pulang dan mengganggu bulan madu orang tua saya. Maklum mereka berdua saja di rumah, menikmati hari dari ujung ke ujung waktu lain. Berdua saja, tanpa anak yang meramaikan rutinitas harian mereka. Itulah yang membuat saya sedih ketika harus pamit kembali ke Jogja. Mereka pasti akan 'merajuk', rumah kembali sepi. Namun itulah konsekuensi ketika mempunyai dua ananda yang menuntut ilmu di tempat jauh . Di sisi lain saya bangga dan berterima kasih kepada mereka yang percaya dan bijaksana, mengizinkan anaknya kemana pun hendak belajar dan mengejar impian.
Di suatu senja sore, minggu lalu. Saya dan bapak duduk bersama di ruang makan. Kami berbincang ringan tentang berbagai hal. Waktu itu saya menceritakan tentang Mbak Minah, gadis belia ceria nan cekatan yang selama ini membantu ibu kos mengurus pekerjaan rumah tangga. Minggu lalu dia pulang ke kampungnya di Wonosobo, mengemas seluruh pakaiannya, dan tak ujung kembali ke kos sampai saat ini. Entah, sampai saat ini kami hanya bisa menduga-duga alasan kepergiannya.
Di akhir cerita, tiba-tiba Bapak berkomentar, "Nduk, nanti mama bapak perlu pembantu ga?". Saya kaget mendengar reaksi Bapak. Belum sempat saya tanyakan lebih lanjut, Bapak berujar, "Ya, kalau sekarang Bapak dan Mama masih sehat dan kuat, masih mampu mengurus dan membersihkan rumah. Tapi suatu saat nanti, pasti kami tidak sanggup mengerjakan semua sendiri, menyapu rumah, menyuci baju, menyetrika, dan lain-lainnya. Sehingga butuh bantuan orang lain" Saya berkaca-kaca dan terharu mendengarnya. Selama ini keluarga kecil kami memang terbiasa mandiri. Segala pekerjaan rumah tangga diselesaikan bersama-sama, dengan kesadaran diri dan rasa saling memiliki. Dan saya sepakat, pasti suatu saat nanti ketika usia beranjak naik, semua pasti akan berbeda.
Percakapan sore itu menyentil saya untuk meninjau kembali rancangan masa depan. Sudahkah kita menempatkan (atau paling tidak, memikirkan) orang tua dalam rancangan masa depan kita. Sudah cukup egois kah kita dalam bermimpi? Di manakah orang tua kita di mimpi yang kita bangun? Pernahkah kamu menanyakan mimpi orang tua di masa depan? Padahal, saya yakin, pasti di mimpi mereka selalu ada dirimu di sana. Anak-anak mereka sebagai tokoh utama.
Orang tua yang hebat dan bijak tidak pernah memaksakan cita-cita kepada anaknya. Mereka akan selalu mendukung apapun pilihan dan mimpi kita, dan juga menerima kita apa adanya, pun dalam titik nadhir kehidupan. Tidak ada yang mereka minta, selain selalu memberi, tulus doa terbaik untuk anaknya. Oleh karenanya jangan pernah kecewakan mereka. Bakti dan santun cinta kita untuk mereka merupakan bukti nyata kasih sayang yang tiada tara.
Salam memperbaiki diri,
Kiki Fauzia
Tuesday, October 26, 2010
Quantum Energy
Friday, February 19, 2010
Homy Comfy

Tuesday, February 9, 2010
Be grateful of your problem, it can be so enlightening in a proper framing
Please guess, what made me happier this evening?? You might didn't get it right. The answer is unpredictable, but that's true. It's because I only spent four thousands rupiah for affording my dinner meal. That really made me happy, especially after I realized that I had no cash money left on my pocket. Thank God. I feed myself for free today due to my official duty. After almost a quarter hour searching for money from everysingle part of my room, my bag, my jacket, and all part, finally I was able to collect five thousand and five hundred rupiahs. Then, I asked Mb. Minah, Ibu kost's maid whether my money enough or not for buying a food. She assured me so. So without any hesitation on 9 p.m. I went walk to buy nasi putih penyetan with a combination of tempe terong and sambel. I went home and reached my room with a wider smile.
Before eating, I prepared my drink by having a big glass of water. Ohh, wow. How great I feel. For the first time, I really enjoyed a glass of water with such a deep satisfaction. At that moment, I think that tempe-terong and sambal are much better than any gudeg, seafood, pizza, fried chicken, lasagna, and other delicious foods. The experience tonight made me realize that I have to be grateful for all I have although with a simple and moderate way. Be grateful, that I was still able to eat something today. Please imagine how many people out there who need to struggle for make a living, even for a bite of nasi. It's such a lesson learned for me that I need to be more thoughtful on managing my money.
I had been through this several last week with what most my friends said as 'hedonism'. Not in the real meaning, but just our interpretation in which we had overwhelmingly fun activities that mostly waste our money, energy, and time to have self-pleasure with a bunch of friends. And then, today I experienced something more, deeper, when I realized that I was lucky enough to have experienced various condition of life.
It' not merely about MONEY
I always update my progress with parents, so do today. I almost cancelled all my agenda if it will create more budget. They didn't agree on that matter. All of sudden, I realize that I still have God, place where I have to fully-surrender. So when adzan Isya called me, I anwered the call by having Isya jamaah prayer in Masjid in front of kost, just like I did as usual. What a miracle. I felt lighter afterward, and more relieved. It' s getting much more relieved when I texted my parents talking about my condition, my wrong framing about my problem, and how should i be grateful with everything God given me. Then, my parent said,
"..., you don't need to be sad and overthinking about those stuffs because you still have your parents, dear. When you get home, we can fix the problem and provide what you need at the most"
OMG. That message gradually lighted up my evening. Then, I answered I was not sad anymore since I have a BIG God and BIG parents that I can count on. But the problem actually is due to my thinking that I want to be independent and not bother my parents anymore with this kinda annoying stuffs. But then, I also realized that they are there for me. That's why I really want to be home soon. Soon. I hope so. Soon :))
Today lesson learnt can be read on the title above. I bet you agree on that sentence.
Friday, February 5, 2010
" If I Had A Wing,.."

I like biking and going no where without knowing the direction. I did alot in the States. When I told my host Mom that I wanted to bike, she was excitedly showing me a bike that my host sister used to ride. But not anymore since she moved to Connecticut for collage. Thanks alot Mom for your genuine kindness. After getting that bike, almost every weekend I rode a bike to go around the town and discovered something new. What I really amazed is American people really appreciate bikers. They have their own path which is safety and comfy.


"Satu-satu daun-daun berguguran tinggalkan tangkainya,Satu-satu burung kecil beterbangan tinggalkan sarangnyaJauh, jauh, tinggi ke langit yang biruAndaikan aku punya sayapKu kan terbang jauh mengelilingi angkasaKan ku ajak ayah bunda kuTerbang bersama ku melihat indahnya dunia"