Tuesday, December 20, 2011

Kakekku di Kampung

Sosok Kakek Tangguh
Kakek adalah seorang pejuang. Di usianya yang hampir 90 tahun beliau tetap seorang pejuang tangguh. Saat ini beliau berjuang melawan ‘sendiri’. Sendiri, bukan berarti berteman kesedihan, tetapi ditemani semangat membara untuk melihat anak cucunya bahagia. Kakek sangat senang jika anak cucunya berkunjung dan menemani. Saat ini memang beliau tinggal seorang diri, di rumah tua di desa yang berjarak sekitar setengah jam dari rumah. Ajakan putra-putranya untuk tinggal bersama selalu ditolak dengan alasan lebih nyaman tinggal di rumah sendiri karena lebih kenal dan dikenal baik oleh tetangga. Serta, merasa lebih mempunyai ruang gerak untuk beraktivitas di rumah dan di lingkungannya. Sebagai  cucu perempuan pertama -yang sangat dinantikan kelahiranny, aku sangat disayang oleh kakek, dan terutama oleh almarhumah nenek. Nenek sangat mendamba anak perempuan karena seluruh anaknya berjenis kelamin laki-laki.

Berpose bersama kakek, lebaran 1432 H

Ketika liburan, kami selalu menyempatkan mengunjungi kakek. Lebaran tahun ini, adik dan aku sengaja menginap di rumah kakek dan selama tiga hari. Pengalaman yang luar biasa bagiku dan adik tinggal di rumah besar nan tua yang bisa dibilang jauh dari peradaban kota. Selama menginap, kami mencoba menghayati bagaimana hidup sebagai seorang kakek. 


Di usia senjanya kakek masih sehat dan lincah. Gaya bicaranya ceplas-ceplos dan straighforwad. Bahkan, kami seringkala tertawa dan terpingkal-pingkal mendengar reaksi dan komentar spontan kakek yang sangat khas dengan gaya ala 'gitu aja kok repot' dan merasa benar sendiri. Komentar kakek kadang tak terduga dan 'mak jleb'. Kakek juga hobi bercerita, terutama ketika kami pancing dengan rentetan pertanyaaan. Ingatannya masih sangat tajam. Daya dan alur pikirnya sangat logis dan runtut. Beliau seringkali bercerita mengenai perjuangannya semasa penjajahan Belanda, cerita haji dengan kapal laut, serta masa kecil Bapak, dan anak-anaknya yang lain. Merasa tidak mau ketinggalan berita terkini, kakek senang melihat perkembangan dunia dalam liputan dan berita di stasiun televisi. Rasa ingin tahunya masih sangat tinggi. 


Romantisme Pedesaan


Gambar di samping adalah pemandangan jalan pedesaan, tepat di sebelah rumah kakek . Masa kecil di sana merupakan memori indah yang tak lekang waktu. Suasana khas pedesaan syang saat ini telah terhapus roda pembangunan dan modernisasi. Oleh karenanya, aku bersyukur pernah melewati masa kecil di sana. Menikmati malam syahdu berteman lampu 'teplok' ketika lstrik belum masuk desa. Mandi bersama ibu-ibu dan gadis-gadis desa di mbelik (mata air) sembari melihat mereka bercengkrama sambil mencuci baju. Aku kecil yang dengan riang berlari-lari dari mbelik dan berhenti sejenak di depan rumah kakek untuk melakukan 'dede', menikmati hangatnya sinar matahari yang  menyentuh dan mengeringkan kulit badan yang basah. Teringat pula bagaimana aku dan paman-pamanku berburu ikan cethul di kolam sebelah sungai dimana para bapak mandi dan dikelilingi sawah yang hijau membentang.


Kondisi dan tradisi di pedesaan saat ini telah berubah. Listrik sudah masuk desa dan hampir setiap rumah sudah mempunyai kamar mandi sendiri. Pengalaman tinggal di pedesaan sangat berkesan. Keindahan dan kekayaan tak ternilai seringkali kita temukan dalam anggunnya kesederhanaan.  

Lalu, bagaimana?

memandang halaman depan lewat jendela rumah
Dalam suatu segmen pamitan dengan kakek, masih dalam liburan di tahun ini, kami menatap beliau lekat-lekat sambil mengucapkan salam dari jendela mobil seraya tersenyum dan melambaikan tangan. Gerimis di malam hari menjadi latar yang menambah dinginnya tatapan kami.  Perasaan tidak tega bercampur haru karena harus meninggalkan kakek, tetapi bagaimanapun kami harus pulang karena aku harus balik ke Jogja dan orang tua juga harus bekerja. Walaupun kakek merupakan pribadi yang tangguh, tidak rewel, dan sangat independen, tapi kami bisa membaca bahwa jauh di lubuk hati, beliau pasti merasa sepi. Sepi lebih terasa karena seharian telah ditemani riang dan canda tawa anak-cucunya. 


Kakek harus kembali berteman sendiri, serta berteman setia sajadah dan tasbih di kamar. Bagi beliau mungkin sendiri merupakan hal yang biasa. Tapi kami kadang merasa sedih karena di usianya yang senja selayaknya kakek selalu ditemani dan dikelilingi orang-orang terkasihnya.Pak puh sebenarnya tinggal beberapa meter dari rumah kakek, tapi kondisi kesehatannya perlu diperhatikan, sehngga justru yang kakek yang merasa lebih khawatir. Oleh karena itu, Bapak dan paman selalu berkunjung di tiap akhir pekan sebagai wujud bakti dan cinta kepada kakek. Bagaimanapun juga kehadiran merupakan kado terindah yang bisa memberi kebahagiaan di sisa umurnya.


Kakek membuatku belajar banyak hal. Di raut mukanya yang menua, aku melihat bahwa sejak muda beliau merupakan sosok yang disiplin dan tegas. Kakek masih bisa melakukan apapun sendiri, tanpa merepotkan orang lain. Bergaul dan melihat orang-orang yang beranjak senja mengingatkanku bahwa suatu saat nanti aku akan tua. Orang tuaku juga akan bergerak menua. Lalu, bagaimana? Akan berlaku seperti apakah kita nanti? Menulis tentang ini, ada sebuncah haru yang ingin tercurahkan terutama ketika terekam kembali jasa dan pengorbanan orang tua. Ada sebuah quote menyentuh yang mencoba mengingatkan kita untuk tidak lupa bahwa ketika kita tumbuh dewasa, orang tua kita juga tumbuh menua. 


Mengingat sepenggal cerita tentang kakek membuatku menanyakan kembali tentang:
- Di manakah orang tua kita dalam rancangan masa depan kita?
- Sudah cukup berbaktikah kita? Bagaimana sikap kita selama ini, cukup membuat mereka bahagiakah? Ataukah malah lebih banyak manyakiti
- Cukup egoiskah kita dengan kesuksesan yang kita impikan? Egoiskah kita dengan keputusan hidup kita? Coba bandingkan, egoiskah mereka dengan pilihan hidup mereka?
- Sudahkah kita rutin mendoakan mereka? Bayangkan betapa repotnya mereka membesarkan kita sampai sedewasa ini.  

Mari kita mengumpulkan amalan soleh yang tidak akan putus-putus dan mendoakan agar seluruh orang tua di muka bumi ini mendapatkan kasih sayang dari anak cucu mereka. Amiien.

No comments: