Halo saudara sebangsa dan setanah air..
Tadi malam saya sempat sangat sedih. Semua terjadi begitu cepat dan sekejab. Saya yang sama sekali tidak mengharap apa-apa, tiba-tiba diberi kesempatan untuk berharap terlalu tinggi. Tinggi sekali. Saya sempat sangat yakin sekali, walau ada grogi. Saya 'mungkin' juga terlampau percaya diri, dan mendahului kehendak-Nya. Saya merasa terbang tinggi ke awan dan melayang-layang. Karena salah satu impian saya, what i wanted really really badly, is in front of my eyes. Di lain sisi, ada hal yang harus saya korbankan. Dan ada kernyit bahagia di hati bahwa ada justifikasi untuk menunda suatu keharusan yang harus segera diselesaikan itu. Hahaha.. Yang, jelas semua terjadi begitu cepat.
Tiba di hari H. Ada kesalahan kecil fatal yang saya perbuat. Soal penulisan dan kejujuran. Di situ saya belajar, bahwa "Honesty is the best policy, and being thorough is a must". Di sesi interview, saya dihadapkan pada tiga orang pewawancara. Nampaknya saya harus lebih berusaha meyakinkan diri jika dihadapkan pada sesi wawancara semacam ini. Beberapa pengalaman terdahulu merupakan pelajaran berharga agar saya lebih mengeal diri sendiri. Kemarin berbeda, dua di antara pewawancaranya saya kenal baik. Tapi saya justru merasa tidak nyaman dengan itu. Haha. Entah mengapa, saya sendiri tidak memahami. Mungkin karena ketika kita sudah kenal, ada beberapa objektifitas yang tereduksi. Entah menguntungkan atau merugikan, yang jelas saya merasa tidak nyaman. Hehe..
Dalam masa penantian, dan sebelum keputusan diketuk palu, feeling saya sangat hambar. Artinya, saya tidak berharap banyak. Dan pun ketika kenyataan terasa pahit, saya masih merasa hambar. Saya sudah legowo sejak sebelumnya bahkan. Tapi ketika diberikan penjelasan mengenai kronologis dan alasan, saya justru sedikit mengernyitkan dahi, "is it fair?". Well, then I guess, banyak pertimbangan, dan mereka mempunyai otoritas untuk memilih dan mempertimbangkan. Justru yang pahit adalah di balik penjelasan itu. Kalauupun benar, seharusnya saya tidak usah tahu saja. Siapa tahu itu hanya 'penjelasan manis' untuk menenangkan dan menghilangkan 'rasa kecewa' dan 'malu' saya. Hanya Allah yang Maha Tahu bagaimana keputusan di buat. Dalam hati saya berdialektika dengan topik "mengapa Anda layak untuk benar-benar diperjuangkan" Dan kesimpulan saya, ketika Anda memang tidak layak, pertimbangan lain-lain itu hanyalah faktor sekunder.
Akhirnya pelukan sang Ibu itu begitu menenangkan. Saya pun berusaha ikhlas, walaupun masih ada sedih dalam hati. Saya ingin segera pulang dan menceritakan semua kepada keluarga saya. Seperti biasa mereka menangkan. Saya ke kamar dan kemudian lahirlah entry blog saya sebelum ini. Entah, saya merasa harusnya saya bisa menangis di dalam kamar. Tetapi tetap saja belum bisa. Saya pun memaksa diri untuk menangis. Haha. Dan saya bangga air mata itu bisa keluar. Mengapa harus berusaha dan bangga? Karena saya tergolong anak yang jarang menangis. Entah, mungkin bisa disebabkan oleh beberapa hal: mungkin kurang sensitif, kurang sentimentil, hati kelu, atau positifnya, saya memang kuat, tidak cengeng, dan memang tidak perlu. Yang jelas, saya pernah berdoa supaya Allah memberikah hati yang lebih sensitif dan 'sensible'. Tapi dalam beberapa kejadian, tangisan saya selalu terlambat, memang. Dan akhirnya, saya senang bisa menangis malam itu. Lega.
Sayapun memejamkan mata. Hari pun berganti. Pagi ini saya bertemu teman-teman seangkatan untuk berfoto bersama. OMG, it's been four years. Can I record what I have done during the past years? Kemudian saya berfikir dan mulai menyadari, kuncinya adalah tahu tujuan hidup dan ikhlas. Dua hal itu lah yang penting. Karena ketika kita tahu apa tujuan akhir hidup kita, dan ikhlas dalam menjalaninya, pasti tak ada sedikit pun yang bakal kita sesali. Tak ada pekerjaan dan perbuatan kita yang sia-sia, kecuali kita sendiri yang membuatnya sia-sia. Kesedihan dan perasaan apa pun sifatnya hanya sementara. Saya pun menguat kembali, mengikhlaskan semuanya lagi. Dan mengingat kembali tentang apa tujuan akhir hidup saya. And at the end, I realize that I should have faith in God. Because He is indeed the Best Life Director!
Saya beriman, oleh karenanya saya kuat! Belajar ilmu ikhlas memang tidak mudah.
Salam ikhlas, dan tetap semangat!
Kiki Fauzia
Tadi malam saya sempat sangat sedih. Semua terjadi begitu cepat dan sekejab. Saya yang sama sekali tidak mengharap apa-apa, tiba-tiba diberi kesempatan untuk berharap terlalu tinggi. Tinggi sekali. Saya sempat sangat yakin sekali, walau ada grogi. Saya 'mungkin' juga terlampau percaya diri, dan mendahului kehendak-Nya. Saya merasa terbang tinggi ke awan dan melayang-layang. Karena salah satu impian saya, what i wanted really really badly, is in front of my eyes. Di lain sisi, ada hal yang harus saya korbankan. Dan ada kernyit bahagia di hati bahwa ada justifikasi untuk menunda suatu keharusan yang harus segera diselesaikan itu. Hahaha.. Yang, jelas semua terjadi begitu cepat.
Tiba di hari H. Ada kesalahan kecil fatal yang saya perbuat. Soal penulisan dan kejujuran. Di situ saya belajar, bahwa "Honesty is the best policy, and being thorough is a must". Di sesi interview, saya dihadapkan pada tiga orang pewawancara. Nampaknya saya harus lebih berusaha meyakinkan diri jika dihadapkan pada sesi wawancara semacam ini. Beberapa pengalaman terdahulu merupakan pelajaran berharga agar saya lebih mengeal diri sendiri. Kemarin berbeda, dua di antara pewawancaranya saya kenal baik. Tapi saya justru merasa tidak nyaman dengan itu. Haha. Entah mengapa, saya sendiri tidak memahami. Mungkin karena ketika kita sudah kenal, ada beberapa objektifitas yang tereduksi. Entah menguntungkan atau merugikan, yang jelas saya merasa tidak nyaman. Hehe..
Dalam masa penantian, dan sebelum keputusan diketuk palu, feeling saya sangat hambar. Artinya, saya tidak berharap banyak. Dan pun ketika kenyataan terasa pahit, saya masih merasa hambar. Saya sudah legowo sejak sebelumnya bahkan. Tapi ketika diberikan penjelasan mengenai kronologis dan alasan, saya justru sedikit mengernyitkan dahi, "is it fair?". Well, then I guess, banyak pertimbangan, dan mereka mempunyai otoritas untuk memilih dan mempertimbangkan. Justru yang pahit adalah di balik penjelasan itu. Kalauupun benar, seharusnya saya tidak usah tahu saja. Siapa tahu itu hanya 'penjelasan manis' untuk menenangkan dan menghilangkan 'rasa kecewa' dan 'malu' saya. Hanya Allah yang Maha Tahu bagaimana keputusan di buat. Dalam hati saya berdialektika dengan topik "mengapa Anda layak untuk benar-benar diperjuangkan" Dan kesimpulan saya, ketika Anda memang tidak layak, pertimbangan lain-lain itu hanyalah faktor sekunder.
Akhirnya pelukan sang Ibu itu begitu menenangkan. Saya pun berusaha ikhlas, walaupun masih ada sedih dalam hati. Saya ingin segera pulang dan menceritakan semua kepada keluarga saya. Seperti biasa mereka menangkan. Saya ke kamar dan kemudian lahirlah entry blog saya sebelum ini. Entah, saya merasa harusnya saya bisa menangis di dalam kamar. Tetapi tetap saja belum bisa. Saya pun memaksa diri untuk menangis. Haha. Dan saya bangga air mata itu bisa keluar. Mengapa harus berusaha dan bangga? Karena saya tergolong anak yang jarang menangis. Entah, mungkin bisa disebabkan oleh beberapa hal: mungkin kurang sensitif, kurang sentimentil, hati kelu, atau positifnya, saya memang kuat, tidak cengeng, dan memang tidak perlu. Yang jelas, saya pernah berdoa supaya Allah memberikah hati yang lebih sensitif dan 'sensible'. Tapi dalam beberapa kejadian, tangisan saya selalu terlambat, memang. Dan akhirnya, saya senang bisa menangis malam itu. Lega.
Sayapun memejamkan mata. Hari pun berganti. Pagi ini saya bertemu teman-teman seangkatan untuk berfoto bersama. OMG, it's been four years. Can I record what I have done during the past years? Kemudian saya berfikir dan mulai menyadari, kuncinya adalah tahu tujuan hidup dan ikhlas. Dua hal itu lah yang penting. Karena ketika kita tahu apa tujuan akhir hidup kita, dan ikhlas dalam menjalaninya, pasti tak ada sedikit pun yang bakal kita sesali. Tak ada pekerjaan dan perbuatan kita yang sia-sia, kecuali kita sendiri yang membuatnya sia-sia. Kesedihan dan perasaan apa pun sifatnya hanya sementara. Saya pun menguat kembali, mengikhlaskan semuanya lagi. Dan mengingat kembali tentang apa tujuan akhir hidup saya. And at the end, I realize that I should have faith in God. Because He is indeed the Best Life Director!
Saya beriman, oleh karenanya saya kuat! Belajar ilmu ikhlas memang tidak mudah.
Salam ikhlas, dan tetap semangat!
Kiki Fauzia
2 comments:
Hai Mbak Kiki, i just found out your blog and read this post. No need to be sad anymore, you are destined to be the organizer. It will worth ;) *hugs*
Monik : Thanks dear. Ahh jadi malu kamu membacanya.. Udah ga sedih lagi ko.. Yeah, I have been so very happy working with you... :))
Post a Comment