Showing posts with label campus. Show all posts
Showing posts with label campus. Show all posts

Wednesday, May 5, 2010

Korupsi Partai Politik

Lingkaran Setan Korupsi Partai Politik di Indonesia

Pendahuluan
Dalam sebuah jurnal asing disebutkan bahwa corruption is way of life in Indonesia.[1] Ungkapan tersebut jelas sangat menyakitkan dan menciderai citra bangsa Indonesia. Namun jika faktanya demikian, apa yang mau dipersalahkan. Penyakit korupsi telah membudaya dan melembaga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dari skala kecil sampai pada tingkatan elit politik. Praktik korupsi dengan berbagai modus menjadi sorotan hangat di berbagai media setiap harinya. Upaya pemberantasan korupsi pun gencar digalakkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah menyeret beberapa nama. Namun hal tersebut nampaknya belum menimbulkan efek jera. Praktik korupsi terus berlanjut seiring proses institusionalisasi yang akan terus berkembang menjadi proses habitualisasi atau pembiasaan. Ironis.

Kasus korupsi yang terjadi beberapa tahun terakhir menjerat beberapa anggota DPR, seperti halnya Al Amin Nasution, Bulyan Royan, dan Hamka Yamdu. Selain itu beberapa menteri di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono juga terlibat kasus serupa. Sebut saja Hamid Awaluddin, Paskah Susetta, Yusril Ihza Mahendra, M.S Ka’ban, dan beberapa nama lain yang terindikasi kasus korupsi. Benang merah yang dapat ditarik dari kasus mereka adalah kesamaan latar belakang dari partai politik. Fakta ini juga sejalan dengan dengan hasil survei korupsi yang dilansir Transparency Internasional Indonesia yang menyebutkan bahwa parlemen dan partai politik adalah lembaga paling korup sejak dua tahun berturut-turut.[2] Dalam merespon berbagai kasus korupsi yang menjerat beberapa nama dari partai politik tersebut, masalah yang penting dan menarik untuk dijawab adalah mengapa ada kecenderungan korupsi terjadi di tubuh partai politik dan bagaimanakah korelasi antara korupsi dengan partai politik?

Perilaku para elit politik tersebut bisa dianalisis dengan kerangka berpikir ‘rational choice’ dengan asumsi utama bahwa individu membuat pilihan dengan tujuan mengejar kepentingan pribadi. Kerangka berpikir ‘rational choice’ menggunakan metode behavioral untuk memahami perilaku individu. Perilaku rasional ini menggunakan asumsi bahwa motivasi dasar tindakan manusia adalah sejalan dengan sifat alamiah manusia yakni mengejar kepentingan pribadi. Oleh karena itu, teori ini memerlukan adanya identifikasi terhadap kepentingan para individu berkaitan dengan perilaku korupsi tersebut.

Sementara jika dikaitkan dengan korupsi di partai politik, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis, yakni pendekatan neo-Marxixt dan antropologi.[3] Pendekatan neo-Marxist, berpendapat bahwa partai politik dan pemimpin partai politik adalah agen kepentingan kapitalis global dan lokal. Korupsi partai politik merupakan perjuangan elite oligarki untuk membajak lembaga demokrasi dan mengekalkan sistem kapitalisme. Sedangkan pendekatan antropologi didasarkan pada “asumsi self-interested utility” (Jonathan Hopkin), dimana tindakan korupsi merupakan ciri-ciri integral dari sifat alami manusia. Partai politik merupakan kendaraan politik untuk memperbesar kekayaan, pengaruh, dan status sosial. Oleh karena itulah korupsi partai politik terjadi.

Korupsi yang terjadi di tubuh partai politik juga dijelaskan oleh Marcus Metzner,[4] dengan mengelaborasi dua pendekatan di atas dan mengaitkannya dengan mekanisme pendanaan partai politik. Korupsi di tubuh partai politik terjadi karena adanya behaviour individu dalam mekanisme pendanaan partai politik akibat rendahnya subsidi negara dan meningkatnya praktik ilegal penggalangan dana. Untuk memahami lebih lanjut mengenai mekanisme pendanaan tersebut, sebelumnya patut kita pahami mengenai posisi partai politik dalam lingkaran setan korupsi di Indonesia.

The Nature of Partai Politik

Partai politik merupakan kendaraan politik untuk memperbesar dan melanggengkan kekuasaan. Kurang lebih asumsi tersebut sesuai dengan asumsi self-interested utility oleh Jonathan Hopkin.
[5] Untuk melanggengkan kekuasaan, politisi harus memastikan untuk terpilih kembali dalam pemilihan umum. Dalam masyarakat terdapat tiga kelompok yang berperan penting dalam pemilihan umum, yaitu konstituensi, penyumbang dana kampanye, dan partai politik.[6] Mohtar Mas’oed juga menjelaskan bahwa dalam ‘pasar politik’, politisi atau pejabat publik berada dalam posisi supply (menawarkan), sedangkan ketiga kelompok tersebut (konstituensi, penyumbang dana kampanye, dan partai politik) adalah yang mengajukan demand (permintaan). Korupsi terjadi karena adanya supply dan demand dari kedua belah pihak tersebut. Modusnya pun bermacam-macam.

Budaya korupsi tidak dapat dilepaskan dari budaya partai politik di Indonesia. Dalam kondisi perpolitikan normal, politisi cenderung mendukung kebijakan yang disetujui oleh partai politiknya.
[7] Dukungan ini awalnya berasal dari motivasi untuk mewakili dan memenuhi kepentingan para konstituennya. Namun sebenarnya dukungan tersebut dikarenakan partai politiklah yang membayai kampanye pemilihan umum. Akibatnya, begitu mendapat jabatan, politisi mengandalkan ikatan partai untuk memperoleh sekutu politik sehingga memperbaiki peluang untuk meloloskan rancangan undang-undang yang menyenangkan hati para konstituen, kelompok kepentingan penyumbang dana kampanye, dan partai politik. Selanjutnya, keinginan para politisi adalah dapat terpilih kembali dalam pemilihan umum sehingga bisa menikmati keuntungan dari kedudukannya.

Parlemen menjadi tempat yang paling subur tumbuhnya korupsi karena hampir pada semua kewenangan parlemen, baik pada konteks pengawasan, penganggaran, maupun legislasi, rawan praktik korupsi. Partai politik memberikan sumbangan yang signifikan terhadap menjamurnya kasus korupsi di parlemen. Hal tersebut disebabkan karena, pertama, mekanisme perekrutan di internal partai politik melahirkan anggota DPR berorientasi uang.[8] Proses rekrutmen di partai politik yang melalui prosedur biaya tinggi tersebut merupakan pintu awal praktik korupsi. Implikasinya adalah kader politik yang potensial dan memiliki integritas tinggi namun tidak memiliki cukup dana untuk mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, sangat kecil kemungkinan mendapat tempat. Sebaliknya, kader yang buruk integritasnya, namun memiliki akses luas terhadap uang dan elite partai, akan menjadi calon kuat. Sehingga dalam hal ini loyalitas antara partai politik dan kadernya diikat oleh uang.

Kedua, mahalnya biaya politik. Bagi politisi yang kemudian menjadi pejabat publik dan menguasai sumber daya ekonomi, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengembalikan investasi politik yang telah dikeluarkan untuk menjadi pejabat publik. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan sumber daya publik yang dikuasai untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.[9] Maka, di sini korupsi menjadi mata rantai yang sulit diputus karena sudah dimulai sejak ranah partai politik.

Pendanaan Partai Politik

Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Partai Politik menyatakan bahwa sumbangan bagi partai politik dapat berasal dari anggota, perseorangan bukan anggota (paling banyak senilai 1 milyar rupiah), serta perusahaan dan/atau badan usaha (paling banyak senilai 4 milyar rupiah).
[10] Ketentuan ini menjelaskan bahwa partai politik membutuhkan dana, dan sebagian besar dana diperoleh dari sumbangan. Selain itu partai politik juga mendapat subsidi langsung negara dan subsidi tidak lansung negara.[11]

Karena dalam UU Partai Politik, partai dilarang membuat usaha, sehingga dana sebagian besar diperoleh dari sumbangan-sumbangan. Dana partai politik salah satunya digunakan untuk kampanye. Penyumbang dana kampanye ini sebagian besar dari kelompok kepentingan, terutama komunitas bisnis besar.[12] Kecenderungan umum adalah semakin besar kemampuan kandidat dalam membiayai kampanye, semakin besar memangkan pemilihan. Karena itu para kandidat dalam pemilu seringkali mendukung pembuatan peraturan yang sesuai dengan kepentingan kelompok-kelompok bisnis tersebut.

Dalam transaksi pemberian sumbangan tersebut tentunya ada motif timbal balik kepentingan antara partai politik dan penyumbang. Diantara motif timbal balik kepentingan tersebut, dapat dipahami setelah mengetahui maksud partai politik dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya. Diantaranya adalah,[13] pertama; kepentingan anggota juga merupakan kepentingan kolektif partai. Jika kepentingan anggota berhasil diperjuangkan berarti sama dengan keberhasilan memperjuangkan partai. Kedua; dengan keberhasilan tersebut, maka visi, misi, dan program partai politik dapat dipergunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan aktifitasnya. Ketiga; setelah visi, misi, dan program partai politik dipergunakan oleh pemerintah, maka keuntungan finansial bagi partai, akan mengalir deras ke organisasi partai dan elit-elitnya.

Penutup
Terdapat korelasi positif antara praktik korupsi dan tingginya biaya politik di Indonesia. Sistem perekrutan internal partai politik untuk menjadi angota parlemen, misalnya, akan mempersilakan kandidat dengan dukungan finansial yang kuat. Implikasinya, ketika menduduki jabatan politik, mereka akan berusaha mengembalikan investasi politik yang dikeluarkan untuk menjadi pejabat publik tersebut, tentunya dengan menggunakan sumber daya publik yang dikuasai.

Partai politik seolah juga mendukung terjadinya korupsi karena menikmati sumbangan dana dari para elit politik. Dukungan partai politik tersebut dengan asumsi bahwa kepentingan anggota partai merupakan kepentingan kolektif partai, sehingga jika kepentingan anggota berhasil diperjuangkan, maka kepentingan partai pun akan berhasil diperjuangkan, termasuk keuntungan finansial pun berhasil didapatkan.

Dalam buku ‘Corruption and Government Causes, Consequences, and Reform’, karya Susan Rose-Ackermen disebutkan bahwa ada tiga dimensi pokok yang menetukan timbulnya kasus korupsi.[14] Pertama, kesedian politisi menerima suap dan sumbangan kampanye yang ilegal. Kedua, kesanggupan penyumbang dana untuk terlibat dalam praktik tersebut seolah dilegalkan. Ketiga, stabilitas sementara dari aliansi politik. Kestabilan tersebut mendorong politisi dan kelompok kepentingan kaya untuk memperoleh kepentingan pribadi dalam waktu singkat.

Di Indonesia, kasus korupsi merupakan lingkaran setan yang sulit dihentikan. Selain telah membudaya dan melembaga, kasus korupsi telah menjadi mental para elit politik karena mereka telah menikmati simbiosis mutualisme yang terjalin antarkelompok yang berkepentingan, sehingga siklus supply dan demand terus berkelanjutan. Terungkapnya kasus korupsi yang melibatkan beberapa nama dari partai politik hanya merupakan fenomena pucnak gunung es, sementara praktik terselubung masih banyak terjadi.

[1] Rais, M. Amin. 1999. Kata Pengantar dalam ‘Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia’. Yogyakarta: BPP PP Muhammadiyah
[2] Kompas, 8 Juli 2008, Gunung Es Korupsi di Parlemen, diunduh dari http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=12898, diakses pada 12 Januari 2009.

[3] Metzner, Marcus. 2007. Party Financing in Post-Soeharto Indonesia: Between State Subsidies and Political Corruption
[4] Ibid
[5] Hopkin, Jonathan. 2004. The Problem with Party Finance: Theoretical Perspectives on the Funding of Political Parties
[6] Mas’oed, Mohtar. 1999. Negara, Bisnis, dan KKN; Sebuah Fenomena Perburuan Rente. Yogyakarta: Aditya Media
[7] Ibid
[8] Kompas, 8 Juli 2008, Gunung Es Korupsi di Parlemen, diunduh dari http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=12898, diakses pada 12 Januari 2009.

[9] Kompas, 8 Juli 2008, Gunung Es Korupsi di Parlemen, diunduh dari http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=12898, diakses pada 12 Januari 2009.
[10] Handoyo, B. Hestu Cipto, 17 Juli 2008. Modus Operandi Korupsi di Parlemen, diunduh dari http://www.mediabersama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1983:modus-operandi-korupsi-anggota-parlemen&catid=932:pandangan&Itemid=110, diakses pada 12 Januari 2009.
[11] Metzner, Marcus. 2007. Party Financing in Post-Soeharto Indonesia: Between State Subsidies and Political Corruption.
[12] Mas’oed, Mohtar. 1999. Negara, Bisnis, dan KKN; Sebuah Fenomena Perburuan Rente. Yogyakarta: Adiya Media
[13] Op.cit
[14] Rose Ackerman. 2000. Corruption and Government Causes, Consequences, and Reform.Cambridge: Cambridge University Press
**Paper kuliah Kekuatan Politik Indonesia, Januari 2009

Monday, May 3, 2010

tension

the picure is taken from here

what happen if all urgent? what happen if there is no excitement? what happen if all tension seems on your burden? what happened if you have less-time? what happen if you desire the best but lack of resources?

what i wanted to do right now : just shouting out loud. (although it's impossible). So, God i rely and count so much on you.

please mercy on me God,

Wednesday, April 14, 2010

Warning or Caring

Good evening blogger and reader,

No exam today. I went to campus and lent my friend my camera pocket for her project. Then, I had lunch with my kost-friends in "d'Gunz". After that, I went to the office : eat Amanda brownies that my friend brought for her own-birthday, sent email to university partner in Australia, then had a DREaM meeting in Balairung. At evening, I had a dinner in "Black Burger" with some OIA friends. So, what's special today?


Here is the story:
This afternoon, I got a call from unidentified number, with the area code +6221 #########. I knew it was from Jakarta, but I didn't know who was calling. So, without hesitation, I just picked up the call, hoped that there would be any good news from the capital city. But, what I heard, then?

She was her, with a calm and soft voice. I didn't know the name yet 'till I write this. It's kinda ashamed that I forgot to ask her name. She has been so care to me. That's what I thought of what she just did to me.

First, she asked, " Are you Rizki Nur Fauzia?" Then, I said "Yes, I am." Later, she asked me more about my grade point avarage. She was so curious why my GPA was downgraded. I explained the reasons. She seemed so understandable by being a good listener and paying attention to what I was telling. In the end, she said to me, "Eventhough you are working, you still have to study diligently." Yups, she said "Kamu harus rajin belajar." She said it more than two times.


She was no one. I haven't known her name. I dont know her personally. But when she said and adviced those words, it sounds so powerful. Even, I almost never heard that kind of advice in such a long time. Neither, my parents. They seldom advice me that way.

I almost never heard that advice since I graduated from high school. I dont know why? Maybe when I am in university. Most people, especially my parents think that I am adult enough to think about what I need, including the need of studying.

I dont know whether her advice is a caring or a warning. Why warning? It's so possible because she was actually from the foundation that has been giving me scholarship. Her saying to me was still echoing in my ear. I dont care whether it is a warning or a caring. The most important now is realizing her advice. No matter what.

"Aku harus rajin belajar. Aku harus rajin belajar. Aku harus rajin belajar!"

Diligent regards, -KF-


Tuesday, April 13, 2010

Hellow Tuesday

Just make conversation. Go talk to someone. Keep talking and listening in return. You might be surprised how much you have shared and gotten. Maybe you can change others. Maybe you will change as well. But, experience it. And, you will make a difference. (KF, 13042010)

Hello Tuesday,

The second day of the week. The second day of midterm. I didn't wanna to talk much about how was it. I just a bit disapointed with myself. But then, I realized I have struggled my best. I used my maximum capacity of learning ( Maybe, not really. Huh). I couldn't change what have passed. Just praying for the best and making a lesson-learned.

What became highlight of today was stated above. I never thought to have a pretty long conversation with these two of my friends. It just happened rarely because of particular circumstances.

Today, we had a nice conversation about random stuffs. Mostly about future, campus-life, course, main ambition, Yogyakarta, and so on. Then, I really curious about how to write a good article and succesfully published in the media. Because I knew two of my friends are brilliant and experienced enough of this kind of field. So, I asked them. They shared of course, and added some stories that somehow made me surprissed.

And then, afterall, I realized that time went so fast. Seemed like yesterday, we started to study in our beloved departement, seemed like a couple days ago, we had a program orientation in this campus. Time always teached us to be self-aware of the preciousness of moment. Then, I started realizing that friends whom we together experienced the same things, will grow, process, improve, and succes with their own special unique way. We made our own path to reach our own dream. We are destined to learn and dream together, but maybe we would make it with different way.

Good luck everyone. Be passionate of what we really love can make us happier and stay younger!

Regards, -KF-

Sunday, April 4, 2010

Work List

Here is my class-works list before midterm exam..

  • Introductory to Democracy Studies : Paper and presentasion about 'Democratization Process in West Europe and North America country'

  • Globalization : Paper and project about study case of globalization in culture

  • China's Foreign Policy : Presentation abour 'China-Tibet relations'

  • Military and Politics : Termpaper progress (Chapter I must be finished)

  • Political Party :**

  • Tourism in IR : Presentation about "Cultural Tourism in France"

  • European Government : **

** : There is no assignments yet. But surely I have to catch up my left-behind classes. I have to; coppying my friend's note, finding the reading brick, and more important: start reading and understanding. This rule also applied for all my classes.

Please wish me luck and pray the best for me.

Regards - KF-

Wednesday, February 3, 2010

DOs and DONTs


I started today with such a lost, disappointed feeling. But I tried to wake up and make the best effort to create a better day. I woke up, breathed deeply, and released my worrisome about my previouse bad. I often missed the moment of morning surrender recently. There is such a deep hollowness afterwards. But it's a worthed lesson learned.

All of sudden, I looked to my white board that used to be a weekly planner hang on the wall. I never used it since I had my cuty notebook planner. After a few moment of silent, I caught a brilliant idea. I grabbed my black boardmarker, then drawed a thin line to divide that board to be two parts. On the right side, I wrote a big DOs and the left one said DON'Ts. After that, I listed what I should DOs and what I should avoid (DONTs). It was just surprissing knowing that I am on trouble recently, especially due to time mismanagement that caused a long cycle of life mismanagement.

Morning 'til afternoon. I struggled with my fundrising proposal. Printing, copying, editing are not really special task since I always had done with them. After all finished, I headed to campus. First, I went to my IR department office. From a distance, I saw a crowd of people gathered in the lobby. They are IR student class 2006 fighting for their undergraduate thesis. After saying hello, smiling, and having a little conversation with them, I straight came inside the office. Fortunately, I met Mrs. RTN whom I had been searching for since the previous week. Thanks God, she already understood my intention to meet her. Without need to explain more, she answered my big question mark in my head.

In the beginning she asked forgiving for not grading yet my termpaper (as my 'susulan' exam). That is not a real big deal for me. I am still quite optimistic that I will get a good grade thou. My main intention actually is about asking for my department financial contribution due to my upcoming-2 weeks-program in Thailand which is just around the corner. Hell, yeah, I got dissapointed that my department rejected my proposal. Based on Mrs. RTN answer, my department just made a policy about 'financial contribution' to the international events. It's kind of pathetic that my department cut out the funding because I have already experienced international event. So, IR department only let the fresh students having no international experience to use their money. Huff. If that's the criteria, I must be eliminated since the first round:(

My mission is not accomplished. But somehow I am still optimistic. My next destination is Mandiri Bank. I had to pay my school tuition today. If not doing it soon, there would be various consequences. Let say, I might have no money left on my pocket in the end and I was threatened not able to fill my KRS. So, better to do it sooner.

Another meeting was setted up after finishing a bank transer to Rector account. I had to meet my Vice Dean of Student Affairs in my faculty. I had to wait for her about a quarter hour. I felt a little bit relieved since she promised me to give a financial support. She didn't decide yet since she have to review my proposal. She said almost the same things with my previous meeting in my department, about the lack of faculty budget, a massive MUN conference, and the idea of internazionalization.

Today, I dealed with the negotiation as part of the art of begging. Let's see whether it succeed or not. After done with my fundrising mission I had to go to my office, Office of International Affairs. There, we had done a half of selection process of recruiting new PCs who will be our new partners soon. Today like usual I chatted and laughed in the same time I worked in the office. This is a pleasure, and I enjoyed. Thanks to Pupu who gave me a nice 'gantungan kunci' of Singapore where she just visited this weekend.

Minutes by minutes passed slowly because I had nothing to do. So, when mbak Icha asked for outing to have a lunch, I undoubtfully agreed. Mas Timur then wanted to join with us. We decided to go to Pizza Hut. It was great pick bacause I really wanted to go that place since last night.

Always being so special and recharging moment to spend with good friends. We ordered 'sensasi delight 4' and a very sweet ice cream. We eated alot. We talked alot. We laugh loud. We are happy to be in today. We are happy to be together, in laughter, overcoming our hunger.

Thanks God for everything. You are still The Greatest. Thanks for this breathing, this disapointment, this friendship, and the day you blessed me with a smile of the sun. What a beautiful today is!

I promised to be better tomorrow. Doing those DOs and avoiding those DONT's!!