Wednesday, May 26, 2010

Peta Politik Kota dalam Ironi

Berfriksi dengan ruang dan waktu. Kampung halaman dan rumah yang dirindukan. Keluarga, kehangatan, dan kenyamanan yang tak jemu untuk selalu dielukan. Di sela-sela itu, hujan masih belum bosan tampil di muka bumi. "Hujan kau ingatkan aku tentang satu rindu... Oh Ibu" (Satu Rindu, Opick feat Amanda). Aku bahagia dan bersyukur kerinduan itu akan menemui titiknya minggu ini. Bunda akan datang dengan membawa cerita kebahagian dan setumpuk luapan kerinduan. Yaa, minggu ini Bunda akan menemui anak gadisnya. Sementara di sini si gadis masih memikirkan apa yang harus dilakukan agar memberikan kesan yang tak sekedar lalu. Yang jelas, kamar dikondisikan dalam setting terbaik dibanding hari biasanya.

Gejolak api dalam sekam
. Ada letupan kecil yang patut diperhatikan. Ini merupakan kewajaran, namun tanda-tanda yang sedikit mengkhawatirkan. Sudahlah dijalani saja sesuai dengan rutenya dan dengan mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada. Jalan tol bukan opsi terbaik saat ini.

Kampung halaman yang dirindukan.
Blitar, kota kecil yang mengiringi pertumbuhanku. Kota yang memberikan perasaan aman dan tenang. Kota yang jauh dari hiruk pikuk metropolis namun lekat dengan sisi-sisi humanis, historis, legendaris. Mengilhami banyak peristiwa dan melahirkan beberapa nama yang menginspirasi. Sebut saja Anthoni Fokker, Supriyadi, dan yang saat ini melanglang buana di pentas perpolitikan nasional, RI 2 (Budiono) dan Partai Demokrat 1(Anas Urbaningrum). Berbicara mengenai politik dan pemerintahan, tanggal 27 Mei kemarin Pilkada Kota Blitar berhasil diselenggarakan.

Pemilihan Kepala Daerah yang meninggalkan ironi tahun ini
. Ironi pertama, ketidakmampuanku menembus dimensi ruang dan waktu. Seandainya pintu ajaib Doraemon dihadirkan, aku akan memanfaatkannya untuk memberikan satu hak pilihku yang berharga kepada salah satu calon terbaik. Calon kepala daerah pilihanku yang sangat kredibel dan amanah. Beliau adalah figur pemimpin yang baik, bagi keluarga dan umat. Jikalau dihitung, sudah sejak SMP aku mengenal beliau, dan lebih dekat lagi ketika SMA. Suatu kebetulan yang membawa berkah tatkala anak pertama beliau adalah sahabat baikku, dan anak keduanya adalah teman karib adikku. Jadilah kami bak satu keluarga.

Ironi kedua, kekalahan, semoga tidak menjadi tragedi.
Dari sms teman dekat dan pantuan dari internet tentang hasil dari pusat penghitungan Pilkada Blitar 2010 dan quick count sementara menunjukkan bahwa calon pilihanku menduduki peringkat kedua (+/-24%), sementara nomor satu ditempati calon kuat dari PDI-P (+/-40%). Selisih yang sangat jauh untuk dikejar. Hasil ini memang tidak jauh dari prediksi dan kekhawatiranku sebelumnya. Sungguh ironi bagi seluruh masyarakat Kota Blitar yang kenal dan mengetahui seluk beluk calon walikota kota tercinta kita itu. Isu money politics yang sempat memanas di berbagai media dan sempat diliput oleh TV nasional selama ini aku yakini bukan hanya isapan jempol. Dan seperti halnya kasus-kasus lalu, temuan seperti itu hanya menjadi bumbu dalam pentas pertarungan politik. Tidak pernah secara tuntas ditindak. Dan kalaupun sempat ditindak, pasti beritanya cepat berlalu, kasusnya mengabur, dan yang diuntungkan tetap memegang tampuk kekuasaan.

Ironi bagi yang mengerti.
Aku sedih dengan kenyataan kemenangan Pilkada Kota tahun ini. Sebenarnya pemenangnya bukan orang baru dalam perpolitikan kota karena sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Kota. Perlu diketahui bahwa Blitar berkembang pesat di tangan walikota periode lalu. Pendapatan daerah meningkat dan kota Blitar memenangkan beberapa otonomi awards di tingkat provinsi dan nasional. Sebut saja, DSH, walikota yang cerdas dan berkharisma. Beliau juga lulusan almamater kampusku. Bahkan aku teringat salah satu dosen senior di kampusku, BW, pernah mennanyakan kabar Bapak Walikota ketika pertama kali aku mengenalkan diri di kelas dan menyebut asal kotaku.

Coba kita kupas kiprah calon walikota Blitar.
Sebenarnya aku kurang mengenal tiga kandidat lain, selain pasangan no.2 dan no.3. Kedua pasangan ini merupakan kandidat terkuat tahun ini. Calon no.2 merupakan pemenang hasil perhitungan Pilkada sementara, calon terkuat dari PDI-P dan sebelumnya menjabat Ketua DPRD. Mari kita menyebutnya dengan inisial SH. Sementara calon no.2, berasal dari koalisi Partai Golkar dan PKB. Sebelumnya menjabat sebagai Sekda alias Sekertaris Daerah dan sebelum itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum. Sebut saja beliau dengan inisial, AT.

Mari kita perbandingkan.
Siapa yang tidak kenal dengan SH. Kebanyakan orang menyebutnya 'mantan preman'. Entah bagaimana kronologisnya hingga bisa menduduki puncak pimpinan lembaga legislatif kota. Yang jelas latar belakang masa lalu dan pendekatannya selama ini sangat dekat dengan komunitas preman dan lekat dengan istilah premanisme. Siapa coba yang tidak takut jika preman-preman kota adalah teman dekatnya. SH mempunyai markas merah besar di tengah kota, yang sangat strategis untuk menggalang massa dan pusat aktivitas sosial politiknya. Di sanalah basis dan simbol kedigdayaannya. Materi kekayaan dan kekuatan adalah modalnya dalam membesarkan kampium kekuasaan. SH adalah Ketua PSBI, tim sepakbola kota yang mempunyai lapangan futsal terbesar di kota.

Latar belakang pendidikan, siapa yang peduli.
Kalau ada uang, embel-embel sarjana atau master pun bisa dengan mudah dipesan. Pernah ada cerita begini, suatu ketika ada kompetisi futsal pelajar di Kota. Kemudian seorang wali murid mengeluh karena anaknya telah banyak ketinggalan pelajaran di sekolah. Kemudian SH berseloroh, "buat apa sekolah tinggi-tinggi, toh walaupun tidak terlalu pandai saja bisa mencapai posisi puncak seperti saya."What a bad message to be delivered to young generation. Latar belakang keluarga bagaimana aku kurang mengetahui. Yang jelas, rambut istrinya bercat merah dan berpenampilan yahud.

Deskripsiku tentang SH di atas memang berlandaskan asumsi, apriori, dan judgmental general yang kusederhanakan. Sedangkan deskripsiku mengenai AT di sini akan lebih objektif dan empiris. AT mempunyai pengalaman dalam politik dan pemerintahan yang cukup panjang. Sepanjang yang kuketahui adalah pengalamannya sebagai Kabag Umum Pemkot, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, dan Sekertaris Daerah. Latar belakang pendidikannya adalah dari Unbraw dan gelar S3 diraihnya di Jurusan Ilmu Politik UGM. AT sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. Dan terbukti kedua anaknya sangat cerdas. Anak pertama beliau saat ini sedang menempuh semester akhir di Pendidikan Dokter Unibraw, Malang. Anak kedua, kuliah di Jurusan Teknik Informatika, ITS, Surabaya.

Sosok AT sangat santun dan berwibawa. Aku mengenal dekat keluarganya; istrinya, dan dua anaknya. Keluarganya adalah keluarga yang bersahaja. Yang paling membuatku kagum dan terkesan adalah mereka adalah tipe orang yang berhati tulus, suka menolong dan berderma. Selain itu, mereka sekeluarga rutin sholat berjamaah. Bahkan teman anak-anak mereka seringkali diajak berjamaah bersama. Istri beliau adalah figur istri yang supel dan supportif terhadap suami dan anak-anak, juga sangat disayangi oleh masyarakat. Sementara itu kedua anaknya adalah tipe teman yang cerdas, bisa diandalkan, dan penyayang. Maka tak ayal, sejak SMP rumah mereka selalu menjadi base camp bagi teman-teman. Rumah yang memberikan keluangan, kebebasan, dan energi positif bagi penghuni dan tamu-tamunya. Maka tak berlebihan jika aku menyebut AT sebagai sosok pribadi yang amanah dan bisa menjadi teladan bagi sekitarnya.

Peta perpolitikan kota. Kemenangan SH tahun ini memberikan gambaran yang jelas mengenai kultur politik dan peta basis massa partai politik di Bllitar. Dilihat dari piramida penduduk kota, mayoritas warga Blitar adalah kelas menengah dengan komposisi perkerjaan sebagai petani, pedagang, dan pegawai negeri sipil. Dari kasus Pilkada Kota Blitar tahun ini bisa dilihat bahwa masyarakat kota Blitar, terutama kelas menengah bawah dan dengan tingkat pendidikan rendah, masih rentan untuk dimobilisasi dan dibeli hak suaranya. Sementara, dominasi basis massa parpol masih dikuasai oleh PDI-P. Megawati Soekarno Putri sebagai putri dari ikon kota Blitar-Soekarno-mempengaruhi besarnya perolehan suara PDI-P dan masih kuatnya Soekarnoisme di kota. Euforia kemenangan Partai Demokrat tahun lalu, yang memeroleh suara terbanyak dalam Pemilu di kota masih belum mampu menandingi kuatnya basis massa PDI-P yang sebagian besar berasal dari kelas menengah ke bawah, dan kelompok pemuda.

Ironis. Tragis. Namun, doaku semoga yang terbaik untuk kotaku, Blitar tercinta.

No comments: